Minggu, 26 November 2017

Ngayogjass

Ini bukan tentang acara minggu kemadin itu. Tapi ini tentang sebuah kisah perjalanan jazzy di jogja kala itu. 

Kalau dihitung, ini kali kelima saya ke jogja. Baru sedikit memang, namun setiap kali ke sini kota ini tetap meninggalkan kenangan dan cerita yang sayang jika menguap begitu saja. Termasuk hari ini, tepat seminggu yang lalu ku ukir cerita di kota ini.

Tiba di Stasiun Lempuyangan


Tak seperti kebiasaan umum orang berlibur, apalagi ke jogja zaman millenial seperti ini. Definisi liburan zaman now itu tak lepas dari foto2, eksis, ke tempat wisata kalau bisa yang aneh2 dan masih perawan. Bagiku, itu sudah menjadi mainstream. Saya sudah 'bosan' dengan type liburan seperti itu. Modal cuti sehari dgn hasil foto2 eksis untuk mendapat like di sosmed? Terlalu murah! Sangat sayang karena setelah kembali ke peraduan ibu kota, semua akan hilang lenyap tanpa bekas. Maka dari itu, liburan kemarin benar2 saya manfaatkan untuk sebisa mungkin membekas hingga efek liburan itu benar2 sedikit banyak mengubah fatamorgana fikiran ketika kembali ke ibu kota.

Menikmati detik demi detik bergulir di kota yogya, bercengkrama mendialektika-kan dialek jawa, mendengar menghayati obrolan bahasa daerah yang bagiku ini menjadi sebuah refresh dr kebisingan dan apalagi menikmati detik berlalu santai sambil menertawakan betapa terburu-burunya sesungguhnya kota jakarta itu. Rileks, muter-muter jogja dgn trans jogja (sampai diomongin knp ngga to the point, pdhl tau itu muter2, lho saya ini lagi liburan hehe), ngglosor di masjid kampus (menganang ngglosor bersama kawan 3-4 th yang lalu), menikmati hujan yang kebetulan 3 hari ku di sini selalu hujan sehingga makin basah kenangan yang tercipta.

Menikmati jogja dengan Transjogja


Boleh di bilang, liburan kemarin itu 60% terencana 40% ga tau mau apa. Tapi dari 60% itu seolah-olah yang benar2 terencana hanya 20-30% saja, apalagi saat hari pertama. Sangat menggelandang, tapi tak apa, sesekali kamu harus menggelandang dalam hidupmu karena saat itu kamu hanya kenal dan berharap pada Tuhan, Allah SWT semata. Menggelandang di trans jogja hingga ngglosor membuai angin masjid kampus hingga dipuncaki oleh adegan hujan di malioboro. Memang, betapa syahdunya hujan di malioboro. Apalagi jika bersamamu, sebab menikmati hujan bersamamu akan terasa lebih lengkap. Dalam dan semakin dalam hingga terangkai huruf demi huruf layaknya tetes hujan saat itu : http://bit.ly/Januboro

Hujan, Kamu dan Malioboro


Sambil senyum senyum sendiri aku melaju ke Kasihan, tempat yang mungkin satu-satunya yang terjadwal hari itu. Memang rencana Tuhan yang terbaik, aku tak marah apalagi menyesal. Pun saat di Mocopat Syafaat aku di sambut dengan Shohibul Baity yang seakan-akan menenangkan diriku, menanyakan sebenar-benar pengisi relung hati. Mendapat tiga syair sholawat dan ijazah kala galau mendera hingga tak terasa tubuh menggigil basah diguyur hujan tengah malam saat itu. MS malam itu bersama dengan @gamelankiaikanjeng benar2 merasuk ke dalam jiwa, menjadi energi baru untuk menjalani kehidupan esok hari dan lusa.

Mocopat Syafaat, Begitu Syahdu


Setelah sibuk menggelandang di hari pertama, tibalah hari di mana sudah dicanangkan dari jauh-jauh hari. Mengunjungi kota solo untuk ke dua kali. Kota yang cukup mempunyai memori masa lalu saat pertama kali berkunjung. Gelandangan di kampung sendiri, mencoba menikmati pagi dengan jalan kaki dari balapan solo ke Balekambang. Di solo, @frameofsolo siap menyambut dengan sambitan kejam galar.


Once Free, Forever Free


Ajang yang sebenarnya saya iseng2 aja ikut untuk mereguk pengalaman dan teman baru dari para master. Benar saja, beberapa peserta hari itu adalah juri-juri di ajang lain. Gilak men! 😂 Tapi tak apa, bermodal nomor cantik 1616 tetap pede hunting2 gak jelas, walau sempat buntu ide dan komposisinya. Sing penting dijalani wae, minimal buat pengalaman. Iseng2 aja, menang syukur gak menang jg tetap syukur karena sudah dpt byk pengalaman. Gitu si wejangan dari pak gojek yg saya tumpaki selama di sini. Wise bgt, pantes orang solo jadi presiden.

Waktu semakin sore, hujan deras mengawali pengumuman pemenang. Setelah hampa akan gelar namun kenyang akan pengalaman ku kembali bertolak ke Yogja. Tak sengaja disuguhi sunset solo balapan yang indah dengan latar gunung Merbabu. Kali itu juga kembali menikmati kereta lokal Prameks, yang menurut saya lumayan oke dan dingin AC nya.

Malam itu aku tak menggelandang kembali. Ku rebahkan tubuh pada @jogjabackpakerhome. Tempat menginap yang oke banget, cocok untuk backpacker. Bintang lima pokoknya. Selain tempat yang oke dengan harga bersahabat, akhirnya saya bisa mandi setelah 2 hari 2 malam 😂. 1 malam di kereta, 1 malam di MS. 1 hari di jogja, 1 hari di solo. Disini saya belajar bahasa misuhnya org jogja yaitu bajigur. Haus mas? 😂

Perjalanan saya dijogja solo dipuncaki dengan mendatangi undangan walimatul ursy neng @mentarielka dan suami. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Sebarokah hujan yang turun sejak pagi pada hari minggu itu.

Semoga Sakinah Mawaddah wa Rahmah

Kondangan jaman now, kudu wefie 😅


Setelah memuncak, kemudian di-sublimasi dengan obrolan ringan yang ditemani dengan bakso tusuk dan irisan mangga segar. Hingga tak terasa waktu bergulir, detik terus melaju, jam menunjukkan pukul empat setengah.

Jogja yang ngangenin. Ayo ke Jogja


Dengan berat hati, ku harus meninggalkan jogja ini. Kembali ke uluran tangan ibu kota. Membuat jarak, mengenang perjumpaan. Terkadang untuk melihat dengan jelas kita harus menarik jarak. Dan untuk mengenang jogja kita harus bisa mengambil jarak, memutus perjumpaan agar kangen akan kota ini begitu terasa untuk pertemuan yang akan datang. Atau mungkin Tuhan sengaja menciptakan kangen bertepatan dengan datangnya bulan Cinta, bulan Lahirnya Manusia Yang Paling di Cinta. Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.

Jumat, 24 November 2017

Hujan, Kamu dan Malioboro



Ku tunggu kau di sini
Di malioboro
Bersama hujan
Rintik-rintik yang mendera
Tiap sudut jalan ini

Ku tak bosan menunggu
Seperti air
Yang menetes
Tiap sudut jalan ini
Kala rasa itu datang
Ku tepis
Ah coba setengah jam lagi

Ribuan detik kuselami
Waktu
Ruang tiap jengkal
Aspal basah
Kilo, mega, giga, tera
Tetas air yang membasahi
Ku tepis
Ah masih banyak ruang
Kemungkinan dan harapan

Semakin deras
Semakin dalam
Hingga tak terasa
Bebauan wangi aroma
Atau suara chit chat
Bising malioboro

Deras semakin deras
Membawa angin
Menusuk membisik
"Tidakkah kau sadar?"
"Hari semakin malam"

Di ujung penantian
Dering nada berbunyi
Ternyata aku sebodoh ini
Ku tak bisa mengingat
Kabar masa lalu
Memori penuh
Oleh kegembiraan

Sembari tersenyum
Ku mengigau
Ternyata aku lemah
Oleh hujan, kamu dan malioboro

Kamis, 19 Oktober 2017

DIHAJAR TANJAKAN UNLIMITED GUNUNG CIKURAY

Rasa-rasanya ini merupakan pengalaman yang cukup sulit untuk dilupakan. Pengalaman mendaki gunung pertama plus gunung yang dituju adalah gunung cikuray via pemancar yang disuguhi tanjakan unlimited sampai puncak. Gak uwis-uwis. Seperti pengen naik odong-odong aja langsung ke puncak.
Gunung Cikuray secara administratif terletak di Kabupaten Garut yang dikenal dengan Swiss van Java. Tinggi gunung ini 2821 mdpl, berbentuk kerucut besar jika dilihat dari kejauhan. Pendakian gunung ini dapat ditempuh dengan 3 jalur yaitu jalur pemancar di Dayeuhmanggung di Kecamatan Cilawu, jalur Kiara Janggot di Kecamatan Bayongbong, dan jalur di Kecamatan Cikajang. Jalur Kiara Janggot dan Jalur Pemancar akan bertemu diantara pos 6 dan pos 7. Jalur via pemancar merupakan jalur favorit dan sering digunakan oleh para pendaki karena rutenya yang singkat namun menghadirkan jalur yang terus naik hingga puncak gunung.
Jum’at malam, bagi kuli ibu kota adalah hari bahagia setelah seminggu kerja rodi banting kertas, mouse, maupun kuat-kuatan melek sama layar komputer. Hari itu, Jum’at 13 Oktober 2017, meluncurlah ke Kampung Rambutan, tempat meeting point rombongan sebelum berangkat bareng nge bis ke kampung rambutan. Kami ber-6 : Ari (@arigustiawan), Jacky (@jacky.achmad08), Ari (@ariebrews), Aulia (@auliauu), Faiz (@faizwtsqlum) dan saya sendiri, Faiq (@faiqanan) yang masuk ke dalam open trip Atmosfer Adventure (@atmosfer.adventure). [Jangan segan kalo mau follow IG kami ya, hehe]. 2 nama pertama adalah PIC Pengurus. Menuju Garut dari Kampung Rambutan cukup direkomendasikan karena bis yang tersedia cukup banyak dan jam pemberangkatan bisa sampai tengah malam. Setelah tunggu menunggu akhirnya kita berangkat dari Kampung Rambutan menuju Garut sekitar jam 10.30 menggunakan bis Kurnia Bakti. Sebenarnya, bis menuju Garut ada beraneka ragam tak hanya Kurnia Bakti, Ada Primajasa, Hiba Utama dll. Tarif Bis menuju garut kira-kira hampir sama, kami dapat tariff 52 ribu rupiah sekali jalan menggunakan bis Ekonomi AC seat 3-2. Eits tapi tunggu dulu, bis nya si berangkat dari terminal, tapi ngetem lagi di luar terminal sampai muka jalan pintu masuk tol kurang lebih sejam sampai-sampai bisa buat tidur wkwkwk.
Akhirnya bis berangkat juga. Perjalanan cukup lancar karena bisa tertidur, sempat terbangun saat di Kopo, Bandung dan daerah menuju pendakian Gunung Guntur. Setelah perjalanan sekitar 4-5 jam, kami tiba di Terminal Guntur, Garut yang langsung disambut oleh Adzan Subuh. Ohya, setelah dari terminal Guntur, untuk menuju pos pemancar dapat menggunakan mobil bak terbuka yang biasanya akan jalan jika sudah terisi penumpang sekitar 14-15 orang yang biasanya kesemuanya adalah pendaki. Ada 2 jurusan mobil bak terbuka yang ditawarkan yaitu menuju gunung papandayan dan gunung cikuray. Setelah sholat subuh dan sedikit bersih-bersih, kami menuju mobil bak terbuka yang menawarkan diri menuju pos pemancar gunung cikuray, disitu kami bertemu dengan Ina (@ina__666) dan Rahmad (@rahmad_muliady) yang sama-sama akan nanjak ke cikuray juga.

Pagi Hari di Depan Terminal Gauntur, Garut
                                   
Setelah di tunggu sampai hampir jam 5.30 tidak ada pendaki lain yang akan ke cikuray, akhirnya kami hanya ber-8 naik mobil dengan biaya yang sedikit lebih besar karena harus nombokin biaya yang seharusnya ditanggung oleh 15 orang hehe. Dari kami ber-8, hanya 3 orang yang sudah pernah naik ke Cikuray, dan dari 5 orang yang belum, 3 orang diantaranya belum pernah naik gunung. Jadi, Cikuray menjadi debut naik gunung pertama, tes mental dan stamina hahaha.
Perjalanan menuju pos pemancar cukup lancar, syahdu dengan ditemani langit pagi kota garut yang mulai bergeliat. Selama di perjalanan kami ditemani hawa udara dingin khas Garut dan pemandangan gunung cikuray dari kejauhan. Sebelum ke pos pemancar, ada pertigaan yang menuju pos pemancar yang di tengah-tengahnya ada pos kontrol bagi calon pendaki. Di situ kita diharuskan membayar 10rb per orang untuk masuk melewati kebun teh menuju pemancar. Kurang lebih satu jam dari terminal Guntur menuju pos pemancar, jalanan menuju pemancar agak berliku, tajam dan berbatu sehingga sering terasa sebagai terapi refleksi awal sebelum dihajar tanjakan unlimited khas gunung cikuray hehehe.

Gunung Cikuray dari kejauhan
                                           
Pos pemancar tak lain adalah tower relay stasiun televisi dan BTS provider telekomunikasi seluler. Ternyata salah satu dari kami pernah bekerja di sini. Di pos pemancar, ada beberapa warung yang dapat digunakan sebagai transit mengisi perut dan membuang hajat. Setelah kenyang dan hajat terselesaikan, kami pemanasan sejenak dan berdoa semoga perjalanan naik dan turun dapat berjalan dengan selamat.

Bersiap Mendaki
                                                       

POS 1
Dari pos pemancar, berjalan melalui kebun the menuju pos 1 alias pos kontrol kedua sekaligus pendataan bagi para pendaki. Saya juga belum mengerti mengapa sebelumnya ada pos di bawah, mungkin itu pos ijin masuk kebun teh kali ya kalau ini pos ijin mendaki gunung hehe. Awal pendakian kami langsung disuguhi tanjakan curam diantara kebun teh samping tower pemancar. Langkah demi langkah mulai terasa capek apalagi bagi pendaki debutan tapi lama kelamaan tubuh akan beradaptasi menerima kenyataan ini. Untungnya kondisi saat itu tidak terlalu cerah maupun terlalu mendung sehingga perjalanan mendaki kebun teh tidak terlalu panas.

 Kebun Teh dan Pemancar
                                               
Mendaki di antara Kebun Teh
                                           
Pos 1 ada Tugu untuk Foto-Foto
                                           
Sesampainya di pos 1, kami beristirahat sejenak sekaligus foto-foto narsis di depan tulisan cikuray 2921 mdpl sekaligus mengatur napas dan registrasi anggota kelompok. View dari pos 1 lumayan indah, dari situ terlihat pemancar dengan background kota garut dari kejauhan. Perjalanan dari pemancar ke pos 1 sekitar 5-10 menit.

POS 2
Tak jauh dari pos 1, terdapat beberapa warung dan tempat mengisi air. Sebagai info, perjalanan ke puncak cikuray tidak ada sumber air, jadi sumber air terakhir ya ada di pos 1 ini. Kontur jalan menanjak berupa tanah padat yang dibuat menyerupai anak tangga. Kondisi jalan saat ini masih terbuka tanpa alang-alang, jadi kami rasa jika siang bakal panas terik. Jarak pos 1 ke pos 2 lumayan jauh.

Gelandangan Numpang Eksis Hehehe
                                       
Istirahat Dulu


Pada tahap ini, beberapa dari kami sudah mulai capek apalagi bagi debutan naik gunung yang bawa tas carrier besar, yang kami menyebutnya kulkas. Saling memberi semangat dan foto-foto kami lakukan untuk menghilangkan rasa capek dan menjaga semangat karena baru pos 1 dari 7 pos menuju puncak gunung cikuray.

 Pos 2
                                                                
Setelah sekitar 20 menit, kami mulai memasuki wilayah hutan. Tanjakan-tanjakan mulai didominasi dengan akar-akar menjulur tak beraturan namun masih bisa dinaiki. Memang cikuray didominasi dengan tanjakan tak habis-habis. The real climbing is begin. Satu persatu mulai ngos-ngosan. Tak terasa 2 jam 10 menit perjalanan kami lalui dari pos 1 ke pos 2. Di pos 2 kami potong buah semangka yang dari tadi memberatkan tas Faiz layaknya dosa-dosa di bawa ke gunung wkwkw

POS 3
Setelah cukup mengisi vitamin dan air dari semangka, kami lanjut berperang kembali dengan tanjakan-tanjakan cikuray. Pos 2 ke pos 3 juga masih jauh jaraknya dengan akar-akar yang semakin rapat dan curam tanjakannya. Tanjakan pos 2 ke pos 3 kali ini boleh disebut tanjakan dengkul ketemu dada. Beberapa kali langkah nanjak, beberapa kali juga istirahat sejenak atur napas dan carrier yang agak mengsol.

Tanjakan Menuju Pos 3
                                                  
Tanjakan Lain
                                                              
Tanjakan-tanjakan menuju pos 3 kami akui memang gila dan menguji iman. Berkali-kali pula saya juga harus bisa menyemangati diri saya sendiri dan teman-teman yang lain agar dapat terus berjalan menuju pos pos berikutnya. Semangati diri sendiri ini cukup penting karena esensi mendaki gunung ialah bukan untuk menaklukan gunung itu sendiri, melainkan menaklukkan diri kita sendiri.
1 jam setengah perjalanan juga kami lalui dari pos 2 ke pos 3. Setelah sampai di pos 3, kami istirahat sejenak. Akhirnya 3 per 7 mulai terlewati wkwk. Masih ada 4 pos lagi, namun kami tak mau menghitung-hitung berapa lagi karena bisa mengendurkan semangat. Awalnya kami akan makan dari bekal yang dibeli di warung pos pemancar, namun kami tunda saja sampai di pos 4 karena jarak pos 3 ke 4 juga masih lama takutnya kalau makan duluan sampai pos 4 sudah capek lagi, padahal baru setengah perjalanan hehe


 Tanjakan Gila Lainnya
                                                             
Finally, Pos 3
                                                                     

POS 4
Perjalanan menuju pos 4 tak jauh beda dengan menuju pos 3, sama-sama sadis. Dengkul ketemu dada bahkan beberapa kali dengkul ketemu dada ketemu dagu. Nanjak unlimited tak abis-abis. Di sini hawa sudah mulai terasa dingin semilir. Beberapa kali juga kami bertemu dengan pendaki yang turun dari puncak. Ah rasanya lega kali ya turun gunung setelah menunaikan hajat di puncak.


Pos 4, Di sini kami makan siang
                                                   
Perjalanan dari pos 3 ke pos 4 sekitar satu jam lebih sedikit. Memang semakin ke sini waktu pendakian menjadi semakin pendek, selain jarak antar pos menjadi semakin pendek, kondisi tubuh kita juga sudah mulai terbiasa dengan beban dan hawa dingin. Ibarat capek tapi tidak berkeringat karena dinginnya hawa selama pendakian. Sesampai di pos 4, kami buka bekal yang dibeli di pos pemancar.

POS 5
Jarak pos 4 ke pos 5 terhitung pendek, hanya dipisahkan oleh dua tanjakan ekstrim dengan akar-akar belukar khas cikuray. Hanya sekitar 15 menitan kami sampai di pos 5.

Pos 5, Jaraknya tak jauh dari pos 4
                                                     
POS 6
Setelah cukup bersemangat karena sudah lewat pos 5 yang artinya tinggal 2 pos lagi, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 6 atau puncak bayangan. Jarak pos 5 ke pos 6 juga relatif pendek, namun lebih jauh dari jarak antar pos 4 dan 5. Pendaki-pendaki yang turun gunung mulai lebih sering kami jumpai di sepanjang perjalanan menuju pos 6, beberapa kali juga kami bertanya berapa lama lagi sampai pos 7. Maklum stamina sudah mulai menipis dihajar tanjakan tak habis-habis dari pos pemancar.


Tanah Lapang di Pos 6 atau Puncak Bayangan
Pos 6. Satu Pos Lagi


Tak kurang dari setengah jam kami sampai di pos 6 yang merupakan bidang tanah lapang yang disebut puncak bayangan. Ada sebuah bangunan semi permanen tak tertutup yang ada di pojok tanah lapang. Dari sini view awan sudah mulai terlihat, sudah mulai agak sejajar dengan posisi sekarang. Bentar lagi puncak neh ujarku dalam hati

POS 7
Beranjak dari pos 6 yang merupakan puncak bayangan, dalam benakku puncak maupun pos 7 sudah di depan mata tak jauh lagi dari sini. Kenyataannya, perjalanan pos 6 ke pos 7 merupakan medan terberat kedua setelah perjalanan pos 2 ke pos 3. Trek menjadi lebih curam, saya rasa trek paling curam adalah trek di antara pos 6 dan pos 7. Rasa-rasanya di sinilah ujian mental sesungguhnya, lanjut atau tidak. Lanjut-lah orang udah sampai pos 6. Tinggal bagaimana saling menyemangati antar anggota tim, agar tetap semangat tak putus asa. Beberapa kali istirahat, sampai ada anggota yang kram kaki beberapa kali
Ditengah-tengah pos 6 dan pos 7 terdapat bidang cukup luas sekitar 2 meter dipinggir jurang yang dapat digunakan sebagai pelepas lelah untuk memandangi awan disamping yang sudah berada di bawah tempat kita berpijak. Wow sudah di atas awan.


Di atas awan


Sebelum pos 7 terdapat bidang cukup luas, kami kira pos 7 ternyata bukan, padahal kondisi stamina sudah mulai menipis. Terus menyemangati tak henti, bentar lagi kok, dikit lagi nyampe adalah kata-kata yang terus diucapkan. Pos 7 merupakan bidang datar tidak besar-besar amat yang dapat digunakan sebagai tempat camp, sama seperti pos 6 namun lebih kecil. Mas Ari mengabarkan kalau kita akan ngecamp di atas pos 7 dimana ada bidang datar yang lebih besar dari pos 7 ini.


Tetap Semangat dan Pantang Pulang Sebelum Muncak


Finally Pos 7


Setelah di php in pos 7 (naik gunung memang ujian mental, gak boleh baper karena di php in mulu haha, kalau ga di php in pasti tidak sampai puncak karena semangat udah kendur duluan), disingsingkanlah semangat terakhir sebelum mendirikan tenda, merebahkan tubuh, ngliyep (mendaki cikuray selain capek juga ngantuk karena hawa dingin dan angin yang semilir sepanjang pendakian). Setelah dua jam lebih dari pos 6, akhirnya kami sampai di bidang datar tempat untuk mendirikan tenda. Sebenarnya tempat mendirikan tenda selain di sini juga ada di puncak maupun tepat di bawah puncak. Namun setelah pertimbangan di puncak rawan angin, badai maupun hujan dan tepat di bawah puncak pasti sudah banyak orang yang mendirikan tenda karena kami baru sampai jam stengah empat sore, kami memilih nge camp di sini saja.
Didirikanlah tenda, beres-beres, mengeluarkan barang-barang, isitrahat sejenak untuk memburu sunset di puncak. Ya, sebagai info gunung cikuray merupakan salah satu gunung yang dapat kita lihat sunrise dan sunset sekaligus. Kerenkan? Setelah kira-kira 8,5 jam trekking naik terus gak pake diskon. Ujian selanjutnya adalah hawa dingin dan angin gunung yang menusuk tulang. Pun seperti hukum kekekalan energi newton, mau naik harus bisa turun. Bisa sampai puncak, jangan lupa untuk cara turunnya, menuruni turunan2 curam, dengkul robot di akhir perjalanan... "

 Nantikan kisah selanjutnya berburu sunset dan sunrise serta asiknya menuruni gunung cikuray tanpa henti. Seperti hukum kekekalan energi newton, diawali dengan tanjakan unlimited tanpa ampun, maka akan ada turunan unlimited curam tanpa ampun di akhir. Stay tune!
Salam my trip my adventure !
Atau

My dengkul my lentur !

Sabtu, 30 September 2017

KERETA API-KU DULU, KINI, DAN MASA YANG AKAN DATANG

Masih teringat dalam ingatan masa kecil satu dulu naik kereta api, Tegal Arum namanya, bersama keluarga dari Tegal menuju tempat saudara di Tanjung Priok. Pun saat itu naik kereta lokal Purwakarta – Jatinegara dari Stasiun Kosambi, Kerawang. Saat itu entah aku tak merasa berdesak-desakan, kereta penuh maupun berdiri tanpa tempat duduk. Mungkin karena saat itu aku masih kecil, tak teringat semua hal dalam perjalanan saat itu. Tidak seperti saat aku mulai merantau ke Ibu kota awal 2010 yang lalu, sesak penuh orang, overcapacity, safetyless bahkan saya sempat kehilangan HP pada saat itu. Hal ini nampak berbeda menjelang lulus kuliah ketika kereta api sedikit-sedikit mulai berubah, dari penyesuaian jumlah penumpang dan tempat duduk, jumlah orang yang beredar di suatu stasiun, fasilitas stasiun hingga kenyamanan gerbong kereta penumpang. Agaknya perubahan di perusahaan PT KAI berdampak juga pada pelayanannya. Di usianya yang ke-72 tahun, PT KAI telah menunjukkan perubahan-perubahan yang mengarah ke kebaikan dan kualitas pelayanan yang prima kepada konsumen-konsumennya.

Pelayanan Kereta Penumpang
    Seperti yang telah diceritakan di atas, abaikan kesan waktu masih kecil karena keterbatasan daya ingat dan saat itu belum mature untuk menilai sesuatu, kesan naik kereta saat itu adalah murah, bebas macet namun penuh sesak baik penumpang maupun pedangang asongan, jam perjalanan tidak tentu, toilet bau tanpa air bersih hingga rawan kejahatan. Kesan-kesan itu muncul untuk kereta kelas ekonomi dan bisnis, minus kelas eksekutif karena dahulu memang kelas eksekutif tak sanggup kubeli tiketnya.
        Sejak reformasi birokrasi pada tubuh PT KAI, dimulailah perubahan itu perlahan-lahan. Dimulai dari penyesuaian kursi sesuai nomor dan gerbong kereta yang tertera di tiket. Gila men! Mengubah budaya memang susah, namun bukan berarti tidak mungkin. Dulu, paling suka naik kereta Tegal Arum dari Stasiun Jakarta Kota, setelah naik KRL Ekonomi maupun Eko-AC, kubeli tiket on the spot waktu itu asal kereta belum berangkat, it’s fine, tiket pulang pasti dapat ku dapat. Karena naik dari staisiun awal, aku bebas memilih tempat duduk di mana saja sesuka hati asal masih kosong. Setelah lepas dari staisiun kota, dimulailah gerombolan manusia berebut naik dan duduk di kursi-kursi yang masih tersedia bak di film zombie saja. Kursi 2 penumpang untuk 3 penumpang, pun kursi 3 penumpang untuk 4 penumpang. Bahkan jika malam tiba, lorong-lorong di antara kursi menjadi tempat fovorit untuk tidur meluruskan badan. Saat reguasi penyesuaian tempat berdasarkan tempat duduk di tiket plus pembatasan jumlah penumpang menjadi 150% kapasitas kursi dalam satu rangkaian yang kemudian menjadi 100% pada saat ini, perlahan-lahan mengubah mindset masyarakat dari sebelumnya liar menjadi tertib, naik kereta penuh sesak menjadi nyaman tanpa penumpang berdiri.
Kondisi Kereta Tegal Arum dahulu
Sumber : 2.bp.blogspot.com

       Naik kereta memang murah, apalagi kereta ekonomi, namun konsekuensinya adalah ketidakpastian jam keberangkatan dan kedatangan kereta serta banyaknya pedagang asongan. Jika naik kereta ekonomi siap-siap saja berada di pasar berjalan, market on the road, berhenti di hampir tiap stasiun hingga disalip berkali-kali oleh kereta eksekutif maupun bisnis yang menjadi prioritas utama yang sekaan-akan kereta ekonomi tidak punya jadwal. Tapi itu dulu, sekarang semua telah berubah. Top! Costumer Focus. Bermula dari pelarangan pedagang asongan masuk ke dalam kereta, peson stasiun hingga operasional waktu keberangkatan dan kedatangan kereta yang semakin tepat. Pada tahap ini, memang diperlukan ketegasan dan komitmen menjalankan peraturan yang sudah ada pada saat itu, yaitu UU No. 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian dan PP No. 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Terlepas dari isu keberpihakan pada pedagang kecil, perubahan ini membuat konsumen penumpang kereta api menjadi semakin nyaman dan betah naik kereta api.
       Naik kereta api, apalagi ekonomi baik jarak jauh maupun rel listrik, selalu tertanam stigma rawan kejahatan. Bagaimana tidak, penumpang yang berdesak-desakan, pedagang asongan yang menawarkan dagangan ditambah pengamen jalanan lalu lalang di tiap gerbongnya menambah sumpek dan gerah yang mengakibatkan potensi kejahatan meningkat pada saat itu. Alhamdulillah, dengan diterapkannya peraturan tentang pelarangan pedagang asongan di peron stasiun maupun gerbong kereta serta penambahan petugas polisi khusus kereta, perjalanan naik kereta menjadi lebih nyaman dan aman. Apalagi ditambah penghapusan rangkaian KRL Ekonomi yang dulu menjadi ciri khas kereta Daop 1 karena banyaknya penumpang yang bergelantungan di atap kereta kini telah tiada digantikan semua rangkaiannya menjadi KRL AC.
KRL Commuter Line sekarang
Sumber : bumninsight.co.id

        Stigma naik kereta kelas ekonomi dan bisnis yang gerah serta toilet yang bau sudah tidak lagi ditemukan pada saat ini. PT KAI telah menambahkan pendingin ruangan, AC, di tiap-tiap gerbong keretanya baik kelas ekonomi maupun bisnis hingga tidak ada lagi kata panas saat naik kereta baik siang maupun malam hari. Selain itu, pembersihan berkala toilet dan gerbong kereta yang dilakukan oleh PT KAI dengan kerjasama pihak ketiga membuat toilet gerbong kereta sekarang menjadi nyaman tidak seperti dulu yang bau dan tidak ada air. Naik kereta sekarang menjadi nyaman, aman dan bahagia. Pokoknya Heppy!.
       Pelayanan kereta api penumpang saat ini sudah sangat baik dibandingkan pada zaman dahulu. Kenyamanan penumpang di setiap kelas kereta api pun meningkat, ditambah peluncuran rangkaian gerbong kelas ekonomi rasa eksekutif dan premium membuat penumpang merasakan kenyamanan kelas eksekutif dengan harga ekonomi. Selain improvisasi dan inovasi pelayanan kereta api penumpang saat ini,diharapkan pada masa yang akan datang pelayanan dapat lebih baik seperti adanya delivery order makanan di atas kereta api, instant respons costumer care, layanan wifi on the train, bioskop di dalam kereta hingga kaca jendela luas untuk melihat pemandangan selama perjalanan kereta api sehingga penumpang dapat mendapatkan kepuasan maksimal dan menjadikan stigma masyarakat naik kereta api itu ngangeni lan mbetahi. Bikin nagih!.
           
Fasilitas Stasiun Kereta Api
      Stasiun kereta api merupakan salah satu bangunan bersejarah peninggalan Belanda, sehingga sudah ada dari dulu bahkan sebelum saya lahir. Dikarenakan merupakan bangunan lama, maka wajar jika bangunan sudah usang, kotor dan tidak modern. Mencari toilet umum yang bersih dan nyaman merupakan salah satu hambatan penumpang kereta api pada saat itu. Sekarang, fasilitas stasiun kereta api sudah sangat nyaman, renovasi bangunan dan fungsi bangunan berjalan dengan baik. Pemugaran, cat ulang, penambahan aksesoris stasiun membuat stasiun menjadi lebih bersih, rapi dan nyaman dipandang orang. Penerapan sistem keamanan dan tiket online saat ini membuat stasiun tidak seramai dulu, hal ini berakibat pada kenyamanan penumpang kereta yang semakin meningkat.
       Selain pengoptimalan stasiun aktif pada saat ini, diharapkan stasiun-stasiun non aktif milik PT KAI dapat dimaksimalkan kegunaannya bagi masyarakat. Diharapkan, stasiun-stasiun non aktif pada saat ini dapat direnovasi, diaktifkan kembali meskipun bukan sebagai stasiun transit kereta komersial penumpang pada umumnya. Stasiun-stasiun kereta api lama dapat dimanfaatkan sebagai museum awat wisata sejarah perkeretaapian sehingga nilai sejarah tidak akan hilang begitu saja. Cara pemanfaatan lain yaitu dapat berupa kereta wisata yang melayani rute stasiun-stasiun kereta api bersejarah sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana rekreasi dan edukasi masyarakat tentang sejarah perkeretaapian. Melewati pemandangan indah yang tidak terjamah aspal kendaraan ber-roda.
Museum Kereta Api Sawah Lunto
Sumber : pegipegi.com

Stasiun kereta api memang menjadi garda terdepan dalam hal penilaian masyarakat pada PT KAI. Ibarat jatuh cinta, pandangan pertama merupakan hal yang sangat penting. Pandangan pertama masyarakat Indonesia pada stasiun kereta api menghasilkan cara pandang, berfikir, dan imajinasi masyarakat terhadap PT KAI secara keseluruhan. Pengelolaan stasiun kereta api yang baik dan benar tanpa meninggalkan nilai sejarah dan modernitas menjadi tantangan PT KAI sekarang dan masa yang akan datang.
Perbaikan-perbaikan yang terus dilakukan oleh PT KAI diharapkan tidak berhenti dan puas diri. Pembangunan Sky Train Bandara, Kereta Bandara, LRT, MRT hingga Double-Double Track merupakan project untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan okupansi penumpang oleh PT KAI. Satu juta penumpang setiap hari yang diangkut oleh PT KAI pada saat ini dirasa masih kurang untuk jumlah penduduk skala nasional Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pembangunan rel dan operasional kereta di seluruh Indonesia diharapkan dapat segera terealisasi sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat merasakan pelayanan PT KAI.
 Cepat, Nyaman, Hemat, Modern dan Berkualitas merupakan nilai-nilai yang mungkin dikejar oleh PT KAI di masa yang akan datang untuk setiap pelayanan fasilitasnya baik kereta penumpang, barang maupun fasilitas stasiun. Namun, SDM yang tangguh dan berkomitmen tinggi terhadap perusahaan dan negara lah yang menjadi faktor penting dibalik tercapainya semua itu. SDM PT KAI harus tangguh dan bermental baja serta dididik untuk menjadi insan perkeretaapian yang loyal sehingga mampu meningkatkan pelayanan PT KAI terhadap pencinta kereta khususnya dan masyarakat indonesia pada umumnya.
            Kenyamanan penumpang atau konsumen sepertinya memang menjadi fokus utama PT KAI dalam meningkatkan pelayanan publiknya. Pada masa yang akan datang masih diperlukan inovasi-inovasi berkelanjutan sehingga membuat PT KAI menjadi perusahaan BUMN kebanggaan Bangsa Indonesia. Pengingkatan pelayanan, pengoptimalan anak perusahaan dan kerjasama dengan pihak ketiga dihapakan terus dapat memberikan pelayanan yang positif dan berkesan terhadap konsumen-konsumen PT KAI di masa yang akan datang.

Senin, 02 Januari 2017

Membaca dan Menulis

Perasaan saya, kira kira, dan saya pikir itulah tulisan mainstream yang anak sekolah tulis di kolom hobby pada biodata diri. Dari zaman dahulu sampai kiranya sekarang pun belum berubah. Termasuk saya saat itu.

Realitanya? Keduanya hanyalah sebatas goresan tiga kata sementara, numpang lewat dan menghabiskan milimill tinta pulpen saat itu. Susah dan berat untuk dilakukan. Apalagi di zaman gadget internet dan social media seperti ini. Bagaimana mau bisa menulis jikalau membaca satu dua paragraf saja sudah bosan?

Usut punya sebab. Membaca dan menulis sangat terikat dan sangat berhubungan dengan sebab dan akibat yang menimbulkan dan ditimbulkannya. Engkau tak dapat luwes membaca jikalau mendengar saja enggan. Tak bisa rangkai kata-kata jikalau tak doyan membaca. Pun hanya menjadi wacana jikalau tak bisa kau tulis, rangkai kata untuk menjadi aksi nyata.

Akibat yang sering ditimbulkan yaitu numpuknya ide ide, pemikiran-pemikiran, maupun pikiran-pikiran (kalo ini jangan kebanyakan ya, nanti cepet tua 😅) di kepala tanpa realisasi. Menulis pun menjadi kegiatan "mengikat makna". Ketika selesai membaca, mendengarkan sesuatu ataupun mendapat pengalaman berharga yang sayang untuk dilupakan maka yang paling baik agar tidak lupa adalah dituliskan, dicatat lalu suatu saat akan menjadi prasasti yang berharga. Bukankah imam Ali bin Abi Thalib pernah menasehati kita, bahwa ilmu itu seperti hewan buruan, maka ikatlah ia (dengan menuliskannya). Setiap detik manusia berakal adalah pengetahuan, pengetahuan ber-integral menjadi ilmu.

Melalui aksi #30haribercerita, saya mencoba menuliskan apa yang bisa ditulis, cerita-cerita yang mungkin dapat menghibur, menginspirasi teman-teman semua.

Jadi, selama 30 hari kedepan saya berupaya untuk menulis dan bercerita di instagram. Semoga dapat bermanfaat bagi saya pribadi maupun yang lain. Saya yakin selepas tantangan ini, hidup saya akan berubah (ahahah 😂). Come join us. 😉 @30haribercerita #30haribercerita #30hbc1701, kunjungi akun IG saya di @faiqanan yah. Selamat berbagi cerita