Minggu, 26 November 2017

Ngayogjass

Ini bukan tentang acara minggu kemadin itu. Tapi ini tentang sebuah kisah perjalanan jazzy di jogja kala itu. 

Kalau dihitung, ini kali kelima saya ke jogja. Baru sedikit memang, namun setiap kali ke sini kota ini tetap meninggalkan kenangan dan cerita yang sayang jika menguap begitu saja. Termasuk hari ini, tepat seminggu yang lalu ku ukir cerita di kota ini.

Tiba di Stasiun Lempuyangan


Tak seperti kebiasaan umum orang berlibur, apalagi ke jogja zaman millenial seperti ini. Definisi liburan zaman now itu tak lepas dari foto2, eksis, ke tempat wisata kalau bisa yang aneh2 dan masih perawan. Bagiku, itu sudah menjadi mainstream. Saya sudah 'bosan' dengan type liburan seperti itu. Modal cuti sehari dgn hasil foto2 eksis untuk mendapat like di sosmed? Terlalu murah! Sangat sayang karena setelah kembali ke peraduan ibu kota, semua akan hilang lenyap tanpa bekas. Maka dari itu, liburan kemarin benar2 saya manfaatkan untuk sebisa mungkin membekas hingga efek liburan itu benar2 sedikit banyak mengubah fatamorgana fikiran ketika kembali ke ibu kota.

Menikmati detik demi detik bergulir di kota yogya, bercengkrama mendialektika-kan dialek jawa, mendengar menghayati obrolan bahasa daerah yang bagiku ini menjadi sebuah refresh dr kebisingan dan apalagi menikmati detik berlalu santai sambil menertawakan betapa terburu-burunya sesungguhnya kota jakarta itu. Rileks, muter-muter jogja dgn trans jogja (sampai diomongin knp ngga to the point, pdhl tau itu muter2, lho saya ini lagi liburan hehe), ngglosor di masjid kampus (menganang ngglosor bersama kawan 3-4 th yang lalu), menikmati hujan yang kebetulan 3 hari ku di sini selalu hujan sehingga makin basah kenangan yang tercipta.

Menikmati jogja dengan Transjogja


Boleh di bilang, liburan kemarin itu 60% terencana 40% ga tau mau apa. Tapi dari 60% itu seolah-olah yang benar2 terencana hanya 20-30% saja, apalagi saat hari pertama. Sangat menggelandang, tapi tak apa, sesekali kamu harus menggelandang dalam hidupmu karena saat itu kamu hanya kenal dan berharap pada Tuhan, Allah SWT semata. Menggelandang di trans jogja hingga ngglosor membuai angin masjid kampus hingga dipuncaki oleh adegan hujan di malioboro. Memang, betapa syahdunya hujan di malioboro. Apalagi jika bersamamu, sebab menikmati hujan bersamamu akan terasa lebih lengkap. Dalam dan semakin dalam hingga terangkai huruf demi huruf layaknya tetes hujan saat itu : http://bit.ly/Januboro

Hujan, Kamu dan Malioboro


Sambil senyum senyum sendiri aku melaju ke Kasihan, tempat yang mungkin satu-satunya yang terjadwal hari itu. Memang rencana Tuhan yang terbaik, aku tak marah apalagi menyesal. Pun saat di Mocopat Syafaat aku di sambut dengan Shohibul Baity yang seakan-akan menenangkan diriku, menanyakan sebenar-benar pengisi relung hati. Mendapat tiga syair sholawat dan ijazah kala galau mendera hingga tak terasa tubuh menggigil basah diguyur hujan tengah malam saat itu. MS malam itu bersama dengan @gamelankiaikanjeng benar2 merasuk ke dalam jiwa, menjadi energi baru untuk menjalani kehidupan esok hari dan lusa.

Mocopat Syafaat, Begitu Syahdu


Setelah sibuk menggelandang di hari pertama, tibalah hari di mana sudah dicanangkan dari jauh-jauh hari. Mengunjungi kota solo untuk ke dua kali. Kota yang cukup mempunyai memori masa lalu saat pertama kali berkunjung. Gelandangan di kampung sendiri, mencoba menikmati pagi dengan jalan kaki dari balapan solo ke Balekambang. Di solo, @frameofsolo siap menyambut dengan sambitan kejam galar.


Once Free, Forever Free


Ajang yang sebenarnya saya iseng2 aja ikut untuk mereguk pengalaman dan teman baru dari para master. Benar saja, beberapa peserta hari itu adalah juri-juri di ajang lain. Gilak men! 😂 Tapi tak apa, bermodal nomor cantik 1616 tetap pede hunting2 gak jelas, walau sempat buntu ide dan komposisinya. Sing penting dijalani wae, minimal buat pengalaman. Iseng2 aja, menang syukur gak menang jg tetap syukur karena sudah dpt byk pengalaman. Gitu si wejangan dari pak gojek yg saya tumpaki selama di sini. Wise bgt, pantes orang solo jadi presiden.

Waktu semakin sore, hujan deras mengawali pengumuman pemenang. Setelah hampa akan gelar namun kenyang akan pengalaman ku kembali bertolak ke Yogja. Tak sengaja disuguhi sunset solo balapan yang indah dengan latar gunung Merbabu. Kali itu juga kembali menikmati kereta lokal Prameks, yang menurut saya lumayan oke dan dingin AC nya.

Malam itu aku tak menggelandang kembali. Ku rebahkan tubuh pada @jogjabackpakerhome. Tempat menginap yang oke banget, cocok untuk backpacker. Bintang lima pokoknya. Selain tempat yang oke dengan harga bersahabat, akhirnya saya bisa mandi setelah 2 hari 2 malam 😂. 1 malam di kereta, 1 malam di MS. 1 hari di jogja, 1 hari di solo. Disini saya belajar bahasa misuhnya org jogja yaitu bajigur. Haus mas? 😂

Perjalanan saya dijogja solo dipuncaki dengan mendatangi undangan walimatul ursy neng @mentarielka dan suami. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Sebarokah hujan yang turun sejak pagi pada hari minggu itu.

Semoga Sakinah Mawaddah wa Rahmah

Kondangan jaman now, kudu wefie 😅


Setelah memuncak, kemudian di-sublimasi dengan obrolan ringan yang ditemani dengan bakso tusuk dan irisan mangga segar. Hingga tak terasa waktu bergulir, detik terus melaju, jam menunjukkan pukul empat setengah.

Jogja yang ngangenin. Ayo ke Jogja


Dengan berat hati, ku harus meninggalkan jogja ini. Kembali ke uluran tangan ibu kota. Membuat jarak, mengenang perjumpaan. Terkadang untuk melihat dengan jelas kita harus menarik jarak. Dan untuk mengenang jogja kita harus bisa mengambil jarak, memutus perjumpaan agar kangen akan kota ini begitu terasa untuk pertemuan yang akan datang. Atau mungkin Tuhan sengaja menciptakan kangen bertepatan dengan datangnya bulan Cinta, bulan Lahirnya Manusia Yang Paling di Cinta. Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.

Jumat, 24 November 2017

Hujan, Kamu dan Malioboro



Ku tunggu kau di sini
Di malioboro
Bersama hujan
Rintik-rintik yang mendera
Tiap sudut jalan ini

Ku tak bosan menunggu
Seperti air
Yang menetes
Tiap sudut jalan ini
Kala rasa itu datang
Ku tepis
Ah coba setengah jam lagi

Ribuan detik kuselami
Waktu
Ruang tiap jengkal
Aspal basah
Kilo, mega, giga, tera
Tetas air yang membasahi
Ku tepis
Ah masih banyak ruang
Kemungkinan dan harapan

Semakin deras
Semakin dalam
Hingga tak terasa
Bebauan wangi aroma
Atau suara chit chat
Bising malioboro

Deras semakin deras
Membawa angin
Menusuk membisik
"Tidakkah kau sadar?"
"Hari semakin malam"

Di ujung penantian
Dering nada berbunyi
Ternyata aku sebodoh ini
Ku tak bisa mengingat
Kabar masa lalu
Memori penuh
Oleh kegembiraan

Sembari tersenyum
Ku mengigau
Ternyata aku lemah
Oleh hujan, kamu dan malioboro