Rabu, 19 Desember 2018

Pesona Bandung Selatan yang Rumit

Bandung, sebuah daerah yang menjadi ibu kota provinsi Jawa Barat memiliki berbagai pesona yang menarik bagi hampir setiap makhluk. Terletak diapit berbagai macam perbukitan dan pegunungan menjadikan daerah ini memiliki cuaca yang sejuk. Cuaca yang mendukung berkembangnya kehidupan berbagai makhluk hidup sejak dahulu kala, baik flora fauna maupun manusia. Kontur daerah yang naik turun menjadikan Bandung memiliki pemandangan lansekap yang bagus, dipadukan dengan kebudayaan masyarakat lokal suku sunda yang terkenal dengan keramahan dan rupa yang menawan. Seiring berkembangnya waktu, Bandung menjadi salah satu kota metropolitan sebagai efek dijadikannya Bandung sebagai ibu kota provinsi dan kedekatan dengan Jakarta, ibu kota negara. Perkembangan daerah Bandung tak hanya dalam hal teknologi, transportasi, kebudayaan saja melainkan juga hal pariwisata yang mana memang didukung oleh kondisi geografis. Pariwisata Bandung kemudian semakin berkambang pesat baik di wilayah Bandung Selatan, Bandung Barat maupun Kota Bandung. Setiap daerah tersebut memiliki ciri khas masing-masing.  Kota Bandung dengan corak wisata modern hits memanfaatkan ruang yang terbatas, Bandung Barat dengan corak wisata alam kekinian hingga Bandung Selatan yang menawarkan wisata alam alami dan budaya. Dan pada tulisan ini akan lebih dibahas tentang pesona wisata Bandung Selatan.
Perkebunan Teh Malabar (Sumber : google)

Pagi di Stasiun Bandung

Bandung Selatan yang memikat

Sebagai seorang yang lebih suka berada di tempat yang cenderung masih alami, saya lebih terpikat kepada daerah Bandung Selatan daripada daerah Bandung yang lain. Meskipun jaraknya cukup jauh dari pusat kota, namun daya pikatnya tiada tara. Lamanya perjalanan dari pusat kota akan segera lunas oleh pemandangan alam yang indah serta suasana yang sejuk. Bandung Selatan secara garis besar terwakili oleh Ciwidey dan Pangalengan. Dua daerah ini memang memiliki daya pikat yang menarik. Berada di punggungan gunung purba yang membelah Jawa Barat di tengah-tengah, daerah ini menawarkan pesona lansekap alami yang menawan dan perawan yang dipadu dengan kebudayaan masyarakat sunda sekitar yang masih cukup kental.

Ada beberapa spot wisata alam yang ditawarkan di daerah ini, seperti Kawah Putih, Ranca Upas, Ranca Cai, hamparan kebun teh, situ patenggang, situ cileunca dan air terjun serta masih banyak lagi area wisata menarik lainnya. Tak lupa ada beberapa bukit atau gunung menengah yang dapat didaki bagi pecinta naik gunung. Daerah Ciwidey cenderung lebih ramai dari daerah lainnya dikarenakan pengelolaannya sudah cukup baik dan serius oleh pemerintah maupun masyarakat daerah setempat.

Pesona yang rumit.

Seperti wanita, pesona Bandung Selatan yang semakin memikat membuatnya semakin rumit untuk dimengerti. Semakin mencoba diselami semakin tak sampai ke dasarnya. Semakin digapai semakin tinggi tak terjamah. Pesonanya rumit tapi memikat, memikat walau tau akan rumit.

Ranca Upas
Situ Patenggang

Ranca Upas yang terletak di wilayah administrasi Ranca Bali, Ciwidey merupakan wilayah wisata alam seluas puluhan hektar. Berada di lembah gunung purba, Ranca Upas menawarkan view dataran luas berlatar belakang punggungan gunung. Terbagi menjadi beberapa area otonom mulai dari penangkaran rusa, kolam renang, budidaya bunga hingga tempat camp bagi yang ingin merasakan camping di area terbuka dan dingin. Memiliki gerbang utama sebagai tempat pembayaran bea reteibusi dan akses keluar masuk area. Tempat parkir jadi satu sehingga mempermudah akses. Penangkaran rusa timor yang menawarkan pengalaman memberi makan rusa dengan pakan sayuran yang telah tersedia dijual di sekitar pintu masuk. Tak lupa beberapa kuliner jajanan baik warung maupun gerobak dipinggir jalan. Agaknya tak terasa waktu telah berlalu begitu saja, selayaknya menikmati waktu berdua bersama alam dengan suasana yang sejuk dan nyaman.

Rusa Ranca Upas

Memberi makan rusa

Rusa yang dapat diberi makan cukup banyak

Tak jauh dari Ranca Upas terdapat area wisata lain salah satunya yaitu Kawah Putih. Kawah Gunung Purba yang masih aktif mengeluarkan asap belerang di waktu-waktunya. Area Kawah Putih cukup luas dan letak kawah putihnya masih cukup jauh dari jalan utama. Akses menuju kawah putih dapat menggunakan shuttle angkot otonom dari tempat parkiran kendaraan atau menggunakan mobil pribadi, namun sepertinya lebih diarahkan untuk menggunakan angkot dikarenakan akses jalan menuju kawah putih yang jauh dan menanjak. Angkot yang tersedia ada banyak dan bea angkot sudah termasuk di dalam tiket masuk kawasan kawah putih. Angkot akan mengantarkan pengunjung pulang pergi tempat parkiran - kawah putih. Area kawahnya cukup luas, terdapat dua kawah yang berbeda letak ketinggiannya dan keterbukaannya terhadap kunjungan wisatawan. Terletak di ketinggian 2222Mdpl, hawa di sekitar kawah terasa sejuk meski beberapa kali tercium bau asap belerang. Jadwal kunjungan secara umum tidak dibatasi namun diarahkan hanya sekitar 15 menit apalagi jika sedang terjadi asap dan bau belerang naik ke atas permukaan. Pohon-pohon meranggas, air kawah yang berwarna putih hijau hingga biru semakin membuat tubuh rileks ketika memandanginya.

Kawah Putih

Save Me

Latar Pohon Meranggas

Selain kedua area wisata tadi, daerah Ciwidey terdapat area lain berupa hamparan kebun teh, air terjun, hingga situ diantaranya yang terkenal yaitu situ patenggang. Hamparan kebun teh perbukitan malabar meluas hingga daerah Pangalengan. Daerah Pangalengan lebih menawarkan wisata alam dan edukasi karena selain terdapat hamparan alam berupa kebun teh dan hutan serta situ yang cukup terkenal yaitu Situ Cileunca, daerah ini juga terdapat peternakan sapi dan pengolahan susu sapi menjadi beberapa jenis makanan dan minuman. Tak hanya itu, wisatawan juga dapat mencoba wisata outdoor seperti flying fox, paint ball, arung jeram dan aktivitas outbond lainnya. Singkat cerita, Pangalengan lebih cocok untuk aktivitas alam dan pendidikan yang membutuhkan waktu yang cukup lama karena terdapat beberapa tempat penginapan di sekitar area wisata.

Situ Cileunca

Berwisata di Bandung rasanya tak cukup sehari dua hari. Bila perlu harus diubah dari kata wisata menjadi kata tinggal, singgah atau menetap di daerah ini. Hawanya udara yang sejuk, membuat pikiran menjadi fresh,  banyak aktivitas yang edukatif. Tak hanya singgah sementara, namun menetap untuk selamanya. Seperti hati wanita yang rumit, ia akan semakin rumit jika kita singgah hanya sebentar selintas waktu saja, diperlukan waktu yang panjang dan pendalaman hingga kita dapat memahami dan mencintainya.

Rabu, 28 November 2018

Menembus Batas-Batas, Menuju Puncak Arjuno Welirang


Menembus batas. Itulah kata-kata yang mungkin dapat mewakili perjalanan pendakian gunung Welirang-Arjuno.  Semoga pengalaman ini dapat menjadi insight bagi teman-teman yang membaca tulisan ini yang nantinya akan mendaki gunung Arjuno maupun Welirang terutama via jalur Tretes. Mohon maaf agak Panjang, yang tidak kuat semoga diberi kekuatan. Hahahaa….


Gunung Arjuno Welirang

-          Menuju Basecamp Tretes

Perjalanan ini kami lakukan hanya tiga orang (Saya, Akhmad, dan Udin). Rencana awal tim kami terdiri dari lima orang (plus Mas Opan dan Yudi), namun mereka berdua tidak dapat ikut karena ada suatu hal yang tidak bisa ditinggal. Sempat gamang karena tim tinggal bertiga, kami tetap bulatkan tekad untuk terus melanjutkan perdakian ini hingga terciptalah pengalaman-pengalaman yang saya coba bagi di tulisan ini.

Perjalanan kami diawali pada hari Jum’at, 16 November 2018 dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Menggunakan kereta Kertajaya kami menuju Surabaya Pasar Turi. Selepas sholat jum’at dan cetak tiket kami melakukan boarding di pintu masuk, ada hal yang tak biasa bagi kami yaitu saat petugas Polsuska menanyakan dan menggeledah tas kami untuk mencari tabung gas portable. Sontak hal ini cukup mengagetkan karena sebelumnya belum pernah dan bikin dugal Akhmad karena menurutnya hal ini cuma akal bulus petugas untuk mencari untung karena tabung-tabung yang disita itu bisa dijual kembali. Tabung gas yang kami bawa kini tinggal 2 dari 4, karena yang 2 kami serahkan ke petugas, yang 2 lagi kami umpeti di sela-sela tas dengan berbihing sedikit kepada petugas. Yakali jujur amat jadi orang.

Stop dugal, kereta pun berangkat. Hal lain yang tak diinginkan pun muncul. Kereta 14 yang kami duduki terasa panas karena 2 dari 6 AC yang terpasang rusak, mati atau apalah namanya sehingga hawa di dalam gerbong kereta jadi panas, sumpek, lepek. Bikin bedmud kambuh!. Setelah beberapa orang coba mengontak kondektur yang bertugas, termasuk saya yang coba mention twitter kai, AC yang tadinya parah jadi agak ademan sedikit. Tak mau bedmud menguasai awal perjalanan kami, kami pun mulai bersikap bodo amat meski hawa terasa sumpek. Perjalanan mulai lancar saat memasuki malam hari karena suhu udara menjadi agak dingin. Jam per jam pun berlalu hingga tak terasa kereta sudah sampai di stasiun Surabaya Pasar Turi.

It’s feeling nostalgic! Kedatangan kereta di stasiun ini pada dini hari mengingatkan saya saat pertama kali pergi ke Malang via Surabaya 5 tahun yang lalu. (Monmaap alay dikit). Setelah setor tunai  dan sholat isya kami coba keluar stasiun, siapa tau ada bapak bapak driver yang menawarkan diri. Ternyata tidak ada. Akhirnya kami coba menggunakan aplikasi grabcar. Dapat, menuju bapak driver yang ada di luar zona merah stasiun, berangkan ke Basecamp Tretes.

Tretes – Surabaya ternyata merupakan jalur wisata favorit seperti Jakarta -  Puncak, Bandung – Lembang, Jogja – Kaliurang. Pantas ada grab yang mau antar kami. Rute dari Stasiun Pasar Turi menuju Tretes melewati Pertigaan Teminal Pandaan di Pasuruan. Capek, saya ketiduran di mobil hingga tiba-tiba mobil berhenti di daerah Pandaan untuk belanja logistik bekal pendakian di salah satu minimarket. Selesai belanja, mobil kemali melaju, menanjak kea rah Tretes. Sepanjang perjalanan, bapak grabcar bercerita tentang daerah Tretes. Menawarkan villa bahkan menawarkan villa + cewek, Hhahaaa.. Busettt kaga jadi mendaki apa nginep di villa aja. Wkwkwk. Ternyata Tretes terkenal dengan villa dan ceweknya, saya baru tau. Hahahaa, pengalaman dan pengetahuan baru. Next time aja pak :D. Pukul 04.00 kami sampai di basecamp pendakian Gunung Arjuno Welirang yang berada di depan hotel Sri Tanjung. Hotelnya bagus coy, tapi basecamp pendakiannya ibarat batu kali disejajarkan dengan batu bacan. Wkwkwk  

-          Basecamp – Pos I (Pet Bocor)

Sesampainya di basecamp, kami bertemu dengan rombongan yang kami temui di Stasiun Pasar Turi tadi dan beberapa rombongan pendaki yang menginap di basecamp. Tidak disediakan balai atau saung untuk tidur sehingga kalaupun mau menginap di basecamp, tidur di depan pintu-pintu bangunan yang ada di sana. Jam 4 pagi, langit sudah terang karena shubuh di sini jam setengah 4. Bergegas kami repacking, mandi dan sholat. Saya dan Udin mandi sholat di masjid dekat basecamp, sekitar 300m, lumayan skalian jalan-jalan pemanasan. Jam 6 pagi kami sarapan di warung yang ada di basecamp serta membeli nasi bungkus untuk bekal makan di tengah perjalanan. Jam 7 pagi, registrasi pos pendakian di buka. Bea masuk Kawasan hutan wisata sebesar 5000 rupiah plus meninggalkan fotokopi ktp salah satu anggota rombongan dalam hal ini yang ditinggalkan adalah ktp saya. Oiya, Kawasan basecamp sampai pos I Pet Bocor merupakan Kawasan hutan wisata, baru selepas pos I merupakan area pendakian. Kata bapak petugas nanti di pos I bayar lagi 10.000 rupiah untuk simaksi.

Wefie di basecamp


Perjalanan dimulai. Trek awal selepas basecamp didominasi bebatuan tersusun rapi, bahkan sangat rapi, menanjak, gass poll, ditemani nyamuk-nyamuk hutan yang jumlahnya lumayan banyak. Cukup menguras tenaga dan bikin ngos-ngosan. Trek jalur terus menanjak dengan belokan-belokan hingga dijumpai pertigaan. Kami ambil ke arah kiri menuju jalan rerumputan dan alang-alang hingga kembali bertemu dengan jalur batu beraspal yang sepertinya jalur mobil jeep. Kami kemudian belok kiri mengikuti jalan yang kembali menanjak hingga bertemu warung. Selepas warung kembali jalur menanjak dengan kontur batu beraspal. Setelah +- 50 menit perjalanan kami akhirnya sampai di pos I Pet Bocor. Pos berupa bangunan permanen yang di dalamnya disediakan fasilitas toilet dan mushola.

-          Pos I (Pet Bocor) – Pos II (Kopkopan)

Kami melakukan registrasi ulang di pos Pet Bocor dan membayar simaksi sebesar 10.000 per orang per hari, dikarenakan pendakian kami memakan waktu 3 hari maka tiap orang membayar 90.000 per orang. Selesai membayar tetiba ada sebuah mobil jeep yang datang dan membuka portal. Anjay bikin kaget, memang kabarnya mobil jeep dapat naik hingga ke pos 3, pos pondokan untuk angkut naik turun hasil tambang belerang. Tetapi saat itu, mobil jeep mengangkut beberapa pendaki. Enak bener naik jeep sampai pos 3. Kami bertanya ke petugas di pos berapa bea sewa jeep sampai pos 3, beliau jawab bea sewa jeep sampai pos 3 setahu beliau 1.500.000 rupiah sekali jalan. Wow. Mending jalan kaki aja deh buat sobatmisqueen seperti kami hehehee..




Perjalanan dilanjutkan selepas pos Pet Bocor dengan trek jalur bebatuan tidak rata yang beberapa kali menyulitkan kami karena langkah yang harus diambil Panjang atau pendek tidaklah jelas. Cuaca yang terik membuat keringat beberapa kali berjatuhan. Panas, nanjak terus, bebatuan. Beberapa kali kami berhenti untuk beristirahat dan mengisi tenaga dengan makan cemilan maupun minum. Perjalanan benar-benar sangat melelahkan, padahal setengah perjalanan pun belum, tas keril terasa sangat berat. Vegetasi antara pos pet bocor dengan pos kopkopan didominasi area lahan terbuka dengan beberapa kali dijumpai bekas lahan yang terbakar. FYI, Gunung Arjuno kabarnya telah mengalami kebakaran pada bulan Agustus kemarin. Petak lahan hitam legam dengan alang-alang yang sudah mulai tumbuh muncul di antara legamnya lahan yang telah terbakar. Beberapa menit terakhir menuju pos Kopkopan, cuaca menjadi agak bersahabat dengan awan yang mengayomi langkah-langkah kami. Setelah sekitar 4 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di pos II, Pos Kopkopan, yang terdapat sebuah warung dengan mushola dan tentunya sumber air yang cukup melimpah dan deras.

-          Pos II (Kopkopan) – Pos III (Pondokan)

Kami beristirahat melepas lelah dan keril tentunya, makan bekal yang tadi pagi beli di warung basecamp sambil minum nutrisari plus gorengan di warung yang tersedia di sana. Harga yang ditawarkan tidak terlalu mahal, untuk segelas nutrisari dihargai 3000 rupiah, untuk gorengan 2000 rupiah dan kerupuk 1000 rupiah. Makan, wudhu sambil membasuh tubuh dengan kesegaran mata air yang terpancar dari paralon yang airnya segar tak terkira, lalu tak lupa kami sholat. Sambil menunggu sholat bergantian, tak lupa mengecek hidrasi tubuh dengan cara cek warna urin. Ternyata kami mengalami dehidrasi akut, segera kami minum yang banyak mumpung sumber air melimpah di pos ini.

Setelah cukup istirahat sekitar satu jam di pos ini, perjalanan kami lanjutkan menuju pos 3, pos pondokan. Jarak dan waktu tempuh lebih lama dibanding dari pos I ke pos II. Dan menurut saya, perjalanan tahap ini yang paling dramatis. Selepas pos II, trek kembali naik cukup curam dengan susunan batu yang kembali tidak tertata. Tak lama berjalan, kami berpapasan dengan mobil jeep yang tadi pagi kami jumpai mau naik di pos pet bocor. Wah cepat juga perjalanan karena sekarang sudah bertemu kami kembali dengan posisi akan turun, namun agak ngeri juga dan ekstra waspada karena jalur yang berbatu tidak rata serta sempit. Ngeri euy.

Selama perjalanan kali ini kami beberapa bertemu dengan beberapa rombongan yang akan naik juga dan beberapa rombongan yang akan turun (di mana hal ini tidak kami temukan pada perjalanan menuju pos II). Kebanyakan rombongan yang kami jumpai akan menuju gunung Welirang, sangat jarang yang akan menuju gunung Arjuno, kalaupun ada hanya beberapa dan tidak ada yang berencana menuju 2 gunung sekaligus seperti tujuan kami. Wajar saja karena jalur menuju gunung Arjuno ada banyak sedangkan jalur menuju gunung Welirang hanya satu, yakni jalur Tretes ini. Amazing. Beberapa kelompok menyarankan kami untuk camp di lembah kidang karena sudah lebih dekat ke Puncak Arjuno, tapi kami liat sikon nantinya. Kembali ke trek jalur yang bikin capek njobo njero, trek sudah terdapat tanjakan curam dan Panjang yang bikin tiap beberapa langkah harus berhenti untuk istirahat. Nah di sini pengalaman tidak enak di mulai ketika Akhmad mulai merasakan ada yang mengikuti langkahnya di belakang, padahal di belakang dia tidak ada rombongan lain. Mencoba berpikir positif saya dan Akhmad berpikir masa bodoh hingga suatu tanjakan yang sangat Panjang dan curam. Saya piker itu adalah tanjakan terakhir sebelum pos 3. Ternyata tak semudah itu Ferguso, masih naik dan Panjang perjalanan. Gila!.



Selepas tanjakan PHP itu, saya sudah mulai benar-benar lemas, mental sudah mulai down, ibarat main PES / FIFA moral pemain itu sudah biru atau ungu, padahal waktu melahap tanjakan PHP itu mental sempat hijau atau bahkan merah karena mendengar suara orang-orang di atas sana yang membuat saya mengira di atas sana itu pos 3. Ternyata. Trek kembali naik namun kali ini cukup landau tapi Panjang hingga keliahatan ujungnya. Dominasi pepohonan mulai terlihat yang membuat suasana makin gelap karena hari semakin sore dan mendung. Suara berisik yang tadi saya dengar ternyata berasal dari kelompok lain yang sedang beristirahat. Suek!. Kami sempat beristirahat cukup lama, merebahkan tubuh sambil memejamkan mata sebentar. Sekitar 10 menitan kami terlelap hingga hawa dingin mulai membangunkan kami.

Perjalanan pun di lanjutkan, namun kembali Akhmad merasakan sesuatu hal yang ganjil yaitu terciumnya aroma busuk di belakangnya, padahal di belakang dia tidak ada siapa-siapa dan di tempat istirahat tadi tidak ada sisa kotoran atau sumber bau busuk yang lain. Makin kalut dengan keadaan tubuh yang capek dan mental yang down, trek jalur menyuguhkan tanjakan yang lumayan curam dan Panjang. Mungkinkah ini tanjakan asu yang merupakan tanjakan terakhir sebelum pos 3? Ah saya tak mau memikirkannya lagi. Langkah demi langkah, istirahat sambil berdiri, jalan lagi, istirahat lagi hingga rombongan kami terpisah menjadi 2 dengan jarak beberapa puluh langkah. Saya dan Akhmad berada di belakang sedangkan Udin berada di depan sendirian. Tanjakan itu pun terlewati hingga menyisakan turunan dan kembali tanjakan di depan. Kondisi jalur kini berubah menjadi pohon-pohon yang lebih tinggi namun terbakar di bawahnya, sepertinya daerah ini habis terbakar baru-baru ini. Hingga pada suatu saat Akhmad kebelet kencing dan meminta saya untuk sedikit menjauh dan menunggu. Setelah selesai, Akhmad mengembalikan botol air yang digunakan untuk cebok ke arah saya, tiba-tiba. Kkrraaakkk… kraakkk… suara misterius mengerikan yang berasal dari pohon tumbang dan itu menjadi pengalaman pertama bagi saya. Saya kira malah saat itu longsor karena suara hamper sama dan seakan-akan tanah di sebelah kiri atas kami mulai turun. Kami seketika berlari menjauh dan Brruukkkk..! Pohon tumbang persis di area tempat Akhmad kencing tadi. Jantung berdebar kencang tak menyangka kejadian yang barusan terjadi, suasana menjadi semakin mencekam karena hari semakin sore menjelang maghrib dan diapit oleh pohon-pohon tinggi yang bagian bawahnya terbakar. Kami rasa bagian bawah pohon yang terbakar menjadi rapuh sehingga tidak kuat menopang tubuh pohon ketika dideru angin. Pohon yang tumbuh ada 1 namun menimpa pohon di bawahnya sehingga ikut roboh. Jalur menjadi tertutup pohon.

Tak mau kondisi dipengaruhi oleh suasana barusan, kami langsung jalan kembali sambil mengabari kelompok di depan yang terpisah bahwa ada pohon yang tumbang yang mungkin akan menghalangi pisahan kelompok itu di belakang. Tak lama setelah tanjakan terakhir akhirnya kami sampai di pos 3, pos pondokan. Hari sudah mulai gelap dan dingin. Terdapat warung di sisi kanan. Kami memutuskan untuk mendirikan tenda di sini, bukan di pos lembah kidang karena kondisi tubuh yang tidak memungkinkan dan hari yang mulai gelap serta udara dingin mulai menusuk.

Setelah tenda berdiri, beberes barang, ganti baju lalu sholat dan masak mie dan kopi seadanya kami langsung beristirahat karena Lelah yang sangat atas 11 jam perjalanan dari basecamp menuju pos pondokan.

-          Menuju Puncak Welirang 3156 mdpl

Jam 3 kami bangun untuk bersiap menuju puncak Arjuno seperti rencana awal yaitu mendaki puncak Arjuno dahulu kemudian puncak Welirang.  Masak air untuk kopi dan makan roti susu sebagai bekal energi. Saya merasakan kondisi yang cukup dingin dan eneg yang mungkin karena kemasukan banyak angin. Setelah Akhmad setor tunai di semak-semak yang gelap, kami bersiap untuk jalan menuju Puncak Arjuno. Tapi adzan ternyata telah berkumandang jam setengah 4 pagi. Ya, shubuh di daerah sini sudah di mulai jam setengah 4 pagi. Akhirnya kami sholat dahulu lalu kembali melanjutkan perjalanan sekitar pukul 4. Di awal perjalanan kami tidak tahu jalan kemana yang menuju puncak Arjuno, mana yang menuju puncak Welirang. Kami mengikuti jalan berbatu ke atas saja. Jalan langsung menanjak dan berbatu, ada beberapa percabangan jalur yang cukup membuat bingung namun sebenarnya ujungnya sama saja. Kami mulai berfirasat ini adalah jalur menuju puncak Welirang. Sudah cukup lama berjalan, kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan ke puncak Welirang. Tak lama, saya merasakan perut mulas dan pengen mengeluarkan sesuatu isi di perut. Lekas saya mencari semak dan setor tunai di situ. Lagi-lagi ini merupakan pengalaman saya setor tunai di alam terbuka dengan kondisi gelap dan rerumputan alang alang yang cukup membuat gatal.



Setelah lega, perjalanan dilanjutkan menyusuri jalur yang terlihat bekas trolly para penambang pasir yang cukup membantu. Langit mulai terang dan perlahan cahaya matahari mulai menembus sela-sela kanopi pohon yang kami lewati. Pukul 5 langit sudah cukup terang karena matahari sudah terbit. Trek jalur nanjak terus yang membuat kami jadi cukup capek, apalagi cuaca kini mulai berangin kabut yang cukup kencang yang membuat kami mulai kedinginan dan memaksa terus melanjutkan perjalanan hingga sampai pada suatu lahan datar yang dinamakan yang merupakan pertigaan menuju Puncak Arjuno lewat gunung kembari I dan II.
Gunung Panderman dan Bukit lainnya


Arjuno dan Gunung Kembar

Selepas Pertigaan


Selepas pertigaan, jalur melewati pinggiran tebing dengan kontur datar sedikit naik. Cukup Panjang hingga berada di belokan di mana puncak gunung Welirang terlihat sangat jelas dengan trek pasir dan kepulan asap dari kawahnya. Jalur menjadi agak naik hingga benar-benar naik untuk mencapai bukit yang kemudian tinggal lurus menuju puncak Welirang. Suasana berkabut cukup tebal dengan angina yang berhembus cukup kencang membawa aroma belerang yang menyengat, terutama jalur cekung persis sebelum puncak Welirang. Akhirnya pada pukul 7 pagi kami sampai juga di puncak Welirang 3156 mdpl. Nampak gunung kembar 1 dan 2 serta puncak Arjuno terlihat dari sini meski sedikit tertutup kabut.

Menyelusuri pinggiran tebing

Sebelum tanjakan menuju puncak
Puncak Welirang yang kelihatan


Setelah ritual mengabadikan momen di puncak, sekitar 20 menit kemudian kami turun dari puncak Welirang melewati jalur yang sama seperti kami menuju puncak tadi. Perjalanan terasa enteng karena trek jalur panjang cenderung datar sedikit turun. Sesampainya di pertigaan yang menuju gunung kembar 1 dan 2, kami memutuskan untuk terus menuju Pondokan karena energi belum terisi dan persediaan air yang tinggal setengah botol yang tidak memungkinkan kami pakai untuk menuju Puncak Arjuno via Gunung Kembar 1 dan 2. Setelah hamper 2 jam perjalanan akhirnya kami sampai kembali di Pondokan.


Puncak Welirang





-          Menuju Puncak Arjuno 3339 mdpl

Sesampainya di tenda kami sedikit rebahan, capek juga summit gunung Welirang yang didominasi trek naik terus menerus. Cukup istirahat, saatnya masak nasi dan lauk pauk sebagai bekal untuk menuju puncak Arjuno. Agak sedikit keraguan awalnya pada kami karena hari sudah cukup siang dengan kondisi fisik yang mulai Lelah setelah summit Gunung Welirang apa mau lanjut summit Arjuno yang lebih Panjang waktu tempuh serta lebih sulit trek jalurnya. Setelah cukup makan dan sholat dhuhur ashar, pukul 12 siang kami nekat bulat menuju puncak Arjuno. Sing penting yakin, entah sampai atau tidak yang penting usaha dahulu,

Lembah Kidang


Ternyata jalur menuju lembak kidang (jalur menuju puncak Arjuno) berada dibawah warung tepat setelah sampai di pos pondokan dari pos kopkopan. Ambil jalur ke kanan kalo dari atas atau ke kiri kalau dari bawah. Trek langsung naik bukit kemudian cenderung datar, tak lama sekitar 30 menit kami sampai di lembah kidang. Lembah kidang ternyata sangatlah bagus dengan tebaran sabana hijau. Untuk sumber air berada di lembah kidang 2. Setelah Udin mengambil air, perjalanan dilanjutkan. Trek jalur langsung naik tanpa ampun. Gak pake santai. 2x naik cukup curam, sampailah pada lembah sabana lain yang konon di hutan sebelah sana adalah alas lali jiwo.

Again


Selama di perjalanan cuaca berkabut dan Nampak di ujung bukit sana terdengar suara gemuruh. Kami (Kecuali Udin) yang tidak bawa jas hujan berharap tidak hujan sambil bertanya-tanya pada beberapa pendaki yang turun setelah summit Arjuno. Rupanya kami kelompok terakhir yang summit pada hari itu. Jelas lah, orang summit jam 12 siang. Dan ada beberapa pendaki yang turun yang tidak yakin pada kami untuk mencapai puncak Arjuno hari itu juga, sambil diingatkan bahwa nanti pasti turun malam hari. Hal ini yang membuat kami sedikit termotivasi karena merasa diremehkan. Jalur kembali naik cukup curam, kabut beserta angina dingin menemani perjalanan. Jaket yang tadinya dislempangkan kini dipakai plus sarung tangan karena udara sangat dingin. Beberapa kali dirasakan rintik uap air yang dibawa oleh kabut. Pukul 4, kami benar-benar capek dan hampir frustasi dengan tanjakan yang tak habis-habis. Di tengah kecapekan itu saya menyemangati diri sendiri untuk menjaga mental jangan sampai ungu maupun biru, minimal kuning atau hijau. Hal itu yang saya katakana pada Akhmad karena dia terlihat sangat Lelah dengan 2 trackpole yang dia bawa.

Setelah berkali-kali ditipu ujung bukit yang ternyata di atasnya masih ada bukit lagi. Pada pukul setengah 5 sore kami berhasil berada di bukit tertinggi yang di atasnya tak ada bukit lagi. Ternyata jalur masih berlanjut dengan kanan kiri jurang hingga sampai di pasar dieng dengan makam orang-orang yang gugur di Gunung Arjuno. Setelah melewati makam, jalur agak naik sedikit hingga sampai ke puncak. Saya kira, atau bahkan kami kira ini adalah puncak Arjuno hingga kabut yang hilang menyibakkan fakta bahwa puncak Arjuno ada di seberang sana. Turun lalu naik lagi. Hahahahaa… Puncak PHP. Diamputtt.. Jujur, mental saat itu naik turun tidak jelas antara merah karena sudah dekat puncak sampai ungu karena capeknya sudah tidak ketulungan. Dengan tekad 45 dan sisa-sisa tenaga akhirnya kami turun yang turunannya cukup curam lalu melewati lembah penghubung dan naik bukit batu yang tertancap bendera merah putih sebagai tanda bahwa di situ merupakan puncak Gunung Arjuno, Puncak Ogal-Agil.

Trek menuju pasar dieng

Menuju puncak php

Sabana dan Puncak Welirang



Peristiwa bersejarah tercatat pada pukul 5 sore, kami berhasil menggapai Puncak Arjuno setelah sebelumnya menggapai Puncak Welirang pada pagi harinya. Teriak-teriak sepuasnya, cuaca cerah tak seperti yang diceritakan orang-orang yang turun tadi. Rejeki anak sholeh. Hehehe.. Tampak puncak gunung semeru gagah berdiri dibalut awan-awan di sebelah tenggara serta mentari yang akan mulai memasuki keharibaannya di sebelah barat daya. Energi seakan tercharge meski hanya sedikit. Setelah ritual mengabadikan momen dengan hembusan angina yang sangat kencang di puncak. 10 menit di puncak, kami akhirnya turun dari puncak. 10 menit doang di puncak dengan 5 jam perjalan menggapainya. :D Mengejar mentari yang mulai tenggelam di ufuk horizon kami menuju pasar dieng. Kami turun setelah pasar dieng, yang kami rasa tadi tidak lewat sini. Udin yang di depan sebagai leader sepertinya bingung atau disesatkan ketika memilih jalur. Saya dan akhmad meyakinkan Udin bahwa ini salah jalur, akhirnya kami kembali naik dan menemukan pita putih yang merupakan petunjuk jalur yang benar. Alhamdulillah. Setelah berada di atas, Nampak sunset yang begitu indah di antara gumulan awan yang tidak akan kami sia-siakan untuk diabadikan.

Puncak


Puncak Semeru


Setelah puas mengabadikan sunset Arjuno kami meneruskan perjalanan pulang dengan kondisi langit yang sudah mulai gelap. Sinar headlamp menjadi petunjuk cahaya untuk memilih jalur yang benar. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan 2 orang yang akan turun juga yang tadi kami temui di puncak. Dengan rasa kehati-hatian dan percaya kepada Udin sebagai leader pencari jalur di depan dengan tak lupa berdoa agar tetap berada di jalur yang benar. Grusak-grusuk melewati turunan curam yang tak terlihat berkali-kali. Ada untungnya juga turun pas langit gelap sehingga tidak terlihat curamnya jalur yang bisa saja membuat mental down. Namun tetap dengan kehati-hatian yang ekstra karena tidak terlihat mana batas antara jalur dengan jurang. Cukup mengerikan memang namun dijalani tanpa sibuk memikirkannya.


Sunset 


Pukul 8 akhirnya kami sampai di lembah kidang 3 yang ditandai dengan jalur mulai datar yang artinya kami sebentar lagi sampai di lembah kidang 2 dan mata air. Tak lama setelah itu kami sampai di lembah kidang 2, di mata air, kami berpisah dengan 2 orang tadi yang ternyata mereka ditinggal dari rombongannya yang total berjumlah 11 orang. Bajingan main ninggalin kelompok. Sesampainya di mata air kami melepas penat sambil membasuh muka dan minum air segar. Tak lama kami langsung gass pol menuju pos pondokan yang ternyata cukup susah melihat jalur karena tertutup semak semak. Pukul 9 kami sampai di pondokan. Alhamdulillah. Syukur pada Engkau yang telah mengizinkan kami menggapai 2 puncak, Arjuno Welirang dalam satu hari. Ganti baju, sholat, masak seadanya lalu tidur. Akhmad Nampak sakit masuk angin tidur mendahului.

-          Pos III (Pondokan) -  Basecamp

Pagi, Senin 19 November 2018 kami bangun agak siang meski jam 4 sudah bangun karena hawa dingin. Setengah 5 pagi kami sholat shubuh dengan suasana langit yang sudah mulai terang, mengambil air di mata air pos pondokan yang berupa kolam tampungan air yang makin menipis. Kami menjumpai kelompok yang baru datang yang akan ke Puncak Arjuno tapi arahnya ke Puncak Welirang. Tak mau kelompok lain tersesat seperti kami, kami mengarahkan mereka jalur menuju lembah kidang yang benar. Memang, di pos pondokan ini minim atau bahkan tidak ada tanda kemana arah Welirang, kemana arah Arjuno sehingga orang yang baru pertama kali ke sini dapat tersesat seperti kami.

Setelah makan dan beberes tenda dan packing. Kami turun dari pos pondokan pada pukul 9 pagi. Menuruni jalur tempat pohon tumbang kemarin sabtu. Melompatinya, kembali teringat kengerian sabtu kemarin. Jalur turun terasa ringan hingga kami sampai di tanjakan asu PHP. Bersiap menuruni tanjakan curam dan Panjang dengan kontur bebatuan yang bikin sakit kaki. Setelah itu kami terus turun melewati jalur berbatu yang sangat Panjang dan menyakitkan kaki. Pukul setengah 12 kami sampai di pos kopkopan. Istirahat sejenak, makan gorengan dan minum nutrisari sertta tentunya isi ulang air dari mata air pos kopkopan.

Pukul 12 kami bersiap kembali turun, tiba-tiba cuaca berubah menjadi berkabut tebal, sangat tebal dengan hembusan angina yang membuat hawa menjadi dingin seketika. Untung kabut hanya lewat naik ke atas sehingga cuaca kembali terang meski tetap berawan menggantung di langit. Perjalanan turun dari pos kopkopan menuju pos pet bocor rasanya sangat Panjang tak habis-habis, mungkin karena sudah capek maksimal dan trek jalur bebatuan yang tidak serata menuju pos pondokan. Beberapa kali kami melewati jalur pintas tidak lewat jalur bebatuan untuk mobil jeep. Sempat kami lama masuk jalur hutan agak lama dan masuk jalur kebun warga. Tak mau tersesat akhirnya kami memilih kembali ke jalur yang sudah pasti yaitu jalur bebatuan meski sakit kaki ini. Hahahaa..


Melewati pohon tumbang

Sepatu 9 puncak


Setelah 2 jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos pet bocor, laporan kepada petugas. Tiba-tiba hujan turun cukup deras. Setelah kami istirahat sebentar, kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan turun menuju base camp karena memang sudah tanggung sedikit lagi basecamp serta mengejar waktu untuk kembali ke stasiun Surabaya Pasar Turi. Ternyata baru sebentar jalan, hujan semakin deras, akhirnya kami ngiyup di warung yang tersedia di antara pos 1 dan basecamp. Kami pesan teh hangat sembari menunggu hujan agak reda. 15 menit hujan sudah agak reda, kami kembali jalan menembus rintik hujan menuju basecamp. Jalur menuju basecamp yang berbatu dan menurun curam semakin menyulitkan langkah karena jalur menjadi semakin licin dan harus ekstra hati-hati. Akhirnya setelah berjalan berapa puluh ribu langkah, kami sampai juga di basecamp. Perjalanan dengan pengalaman baru yang tak terlupakan. Arjuno Welirang.

Total estimasi waktu dari basecamp menuju pos pondokan :

Basecamp -  Pos Pet Bocor                 : 1 Jam

Pos Pet Bocor -  Pos Kopkopan         : 4 jam + Istirahat 1 jam

Pos Kopkopan -  Pos Pondokan        : 5 Jam

Total                                                       : 11 jam

Pos Pondokan – Puncak Welirang    : 3 Jam

Pos Pondokan – Puncak Arjuno        : 5 Jam

Estimasi waktu ini tergantung masing-masing pendaki karena fisik dan mental setiap orang berbeda-beda. Kami tergolong pecel lele, pendaki cepat Lelah. Jadi harap maklum ya. :D Sekian share pengalaman kami mendaki Gunung Arjuno Welirang dalam sehari. Semoga pengalaman kami dapat berguna dan menginspirasi teman-teman pembaca yang lain. Salam lestari.

INGAT JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN. BAWA KEMBALI SAMPAHMU

JANGAN TINGGALKAN APAPUN KECUALI JEJAK, JANGAN AMBIL APAPUN KECUALI FOTO, DAN JANGAN BUANG APAPUN KECUALI WAKTU.

PS : GUNUNG ARJUNO WELIRANG INI TERMASUK CUKUP KOTOR APALAGI DI POS PONDOKAN. TERDAPAT BANYAK SAMPAH DI MANA-MANA. JANGAN DITAMBAHI SAMPAHNYA!

Selasa, 24 April 2018

TERJALNYA GUNUNG SALAK via CIDAHU

           Hai! Kembali lagi, ketemu lagi dengan cerita mendaki gunung yang memang mengandung sejuta cerita setiap kali menjamahnya. Setelah 2 bulan yang lalu berhasil memijakkan kaki di Gunung Lembu, Purwakarta (Untuk detail ceritanya bisa klik di sini). Kali ini saya akan membagi cerita pengalaman mendaki Gunung yang selalu kelihatan dari Jabodetabek, tepatnya si bagi orang Jakarta-Bogor, yaitu Gunung Salak. Tak Seperti gunung-gunung lain yang nge-hits, Gunung Salak termasuk gunung yang cukup sepi dan masih sangat alami jalur pendakiannya. Dan setelah mendakinya baru ketahuan misteri tentang tak nge-hits nya gunung salak, bahkan sangat jarang adanya open trip ke gunung ini. Jika kalian ingin menguju tekad, perjuangan dan push your limit mendakilah Gunung Salak ini. So, sebelum saya bercerita mari kita berkenalan dengan Gunung Salak ini. Cekidot!
            Gunung Salak secara administratif terletak di antara kebupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Gunung Salak dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Gunung ini terlihat gagah dan dapat di pandang dari berbagai sudut kota di sekitarnya, ujung gunung yang lebar dan terlihat seperti buah salak. Tapi jangan ditanya ada pohon salak apa tidak, karena nama Salak berasal dari bahasa sansekerta yaitu Salaka yang artinya perak. Ada beragam versi kenapa gunung ini dinamakan dengan mana Gunung Salak. Seperti Gunung-Gunung di Indonesia yang lain, Gunung Salak juga mempunyai mitos dan terkenal angker, apalagi setelah kejadian Jatuhnya Pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang menewaskan seluruh 45 penumpang. Puncak Gunung Salak memiliki 9 puncak namun yang cukup terkenal dan sering dijamahi para pendaki ada 2 yaitu yaitu puncak 1 dan puncak 2. Puncak 1 merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian 2211 mdpl. Tak terlalu tinggi memang, namun seperti kata orang bijak, “Jangan memandang Gunung hanya dari Ketinggiannya semata”, karena memang benar ketinggian tak berlaku bagi Gunung Salak ini. Jalur pendakian Puncak 1 Gunung Salak dapat ditempuh via Cimelati, Sukabumi; Cidahu, Sukabumi; Gunung Bunder, Bogor; Pasir Rengit, Sukabumi dan Ajisaka, Tamansari, Bogor. Pada kesempatan kali ini, saya akan berbagi pengalaman mendaki Puncak 1 Gunung salak Via Cidahu, Sukabumi.

Gunung Salak (Dari Berbagai Sumber)

            Pendakian dimulai Hari Jumat malam, selepas gawe di Ibu Kota. Kami berlima (Mas Gaos, Mas Udin, Mas Yudi, Mas Akhmad dan Saya sendiri) berkumpul terlebih dahulu di Rumah Mas Udin, tak jauh dari Stasiun Bojonggede. Setelah semua berkumpul dan siap sekitar pukul setengah 11 malam, kami menuju Cidahu, Sukabumi menggunakan mobil sewaan. Perjalan cukup lancar bisa untuk istirahat menyimpan energi untuk esok hari. Tak lama perjalanan sekitar pukul stengah 2 pagi kami sampai di Base Camp Pendakian Gunung Salak di desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Dengan mata yang masih kantuk serta hawa dingin pagi Cidahu yang mulai menusuk tulang, kami pindahkan barang bawaan ke balai yang ada di belakang base camp, lumayan dapat tidur sejenak meski alas balai agak basah karena hari sebelumnya hujan. Sempat tidur cukup pulas namun tiba-tiba terbangun karena menggigil kedinginan lanjut tidur lagi hingga akhirnya terbangun dan melihat jam sudah pukul 5 pagi. Kami bergantian ke toilet yang tersedia di base camp dan mengambil wudhu untuk sholat subuh. Tak lama setelah Shubuh ada beberapa yang mandi dan buang hajat sebelum 2 hari ditahan biat tidak keluar di atas gunung hehe.. Puas sarapan pagi, kami siap-siap packing ulang agar lebih padat dan ringan untuk di bawa naik ke Gunung Salak. Jam setengah 8 pagi kami berangkat dari Base Camp.
            Menurut hasil pencarian dari cerita-cerita pengalaman mendaki gunung Salak, Perjalanan dari Base Camp menyusuri Jalanan Aspal menuju Pintu Rimba sekitar 1 km. Setelah memasuki Pintu Rimba, perjalanan dilanjutkan menuju Simpang Bajuri sekitar 3 km. Pendakian Gunung Salak tidak mengenal pos-pos, melainkan tanda HM dari Pintu Rimba hingga Puncak Salak. Dari Pintu Rimba ke simpang bajuri dimulai dari HM 0 hingga  HM 30, Sedangkan perjalanan dari Simpang Bajuri menuju Puncak Salak dimulai dari HM 0 hingga HM 50. Ya, Perjalanan Menuju Puncak Salak memakan jarak sekitar 9 Km, bisa dibayangkan betapa jauhnya itu.


Melewati jalanan aspal selepas base camp

            Base Camp – Simpang Bajuri
            Start Pendakian dimulai dari Base Camp menuju Pintu Rimba dengan menelusuri jalanan aspal dengan kontur yang menanjak terus. Lumayan sebagai pemanasan sebelum masuk jalur hutan. Sebenarnya dari base camp menuju pintu rimba terdapat mobil balai atau orang lewat yang bisa dimintai tumpangan, tapi kemarin kami tak ada satupun yang lewat huhu. FYI. Sebenarnya dari Base Camp, jika cuaca cerah puncak Salak 1 sudah dapat terlihat, itu artinya perjalanan masih jauh haha. Sesampai di Pintu Rimba, alias pintu gerbang pendakian sesungguhnya kami sempatkan foto-foto biar eksis dengan muka penuh gembira dan segar, ibarat selebgram, postingan “Before Pendakian”.


Ngeksis dulu sebelum masuk hutan

            Memasuki pintu rimba, pukul stengah 9, jalur mulai didominasi oleh bebatuan setapak dengan track menanjak. Lumayan menanjak kemudian turun lagi melewati sungai kecil nanjak lagi kemudian turun lagi. Tak disangka disebelah kanan seberang pagar besi ada jalur aspal, sempat baca di postingan-postingan Pendakian Gunung Salak memang ada jalur aspal dari Pintu Rimba menuju Simpang Bajuri melalui Javana Spa. Namun karena ketidaktahuan, kami jalan lurus-lurus aja ngikutin jalur setapak naik turun naik lagi. Beberapa kali kami berhenti sejenak meluruskan punggung yang mulai pegal menggendong keril. Jalanan tanah yang agak becek karena sebelumnya diguyur hujan membuat sepatu agak licin dan harus memilah-milah pijakan agar tak hanya sepatu tidak terlalu kotor tetapi juga menjaga pijakan sepatu agar tidak licin. Vegetasi nya pun rapat khas TNGHS.


Langsung gas tanjakan begitu masuk hutan

Ada banyak sungai kecil di jalur ini

            Pukul 10 kami akhirnya sampai di simpang bajuri. FYI, Simpang bajuri merupakan simpang tiga antara jalur menuju puncak Salak 1 dan jalur menuju kawah ratu. Di simpang bajuri ini merupakan sumber air terakhir sebelum pendakian menuju puncak salak 1, so management air yang baik akan mempengaruhi kualitas dan keselamatan pendakian. Pos atau simpang bajuri ini terdapat 2 lapangan yang cukup untuk mendirikan tenda yang dipisahkan oleh sungai kecil, di tempat ini bisa juga dijadikan sebagai tempat alternatif mendirikan tenda, tapi kalo dipikir-pikir perjalanan ke puncak masih cukup jauh 5 Km lagi jadi ngapain ngecamp di sini wkwkw. Oia, menurut plang di pintu masuk rimba, jarak simpang bajuri ke kawah ratu sekitar 1,7 Km, dan simpang bajuri ini juga titik temu bagi pendaki yang naik dari Pasir Rengit kemudian melewati kawah ratu, sampai di simpang bajuri lalu naik ke puncak salak 1. Gokil men kalo naik ke Gunung Salak via Pasir Rengit, bakal Lebih ekstrem dari yang kami alami.


Simpang Bajuri, Bisa untuk melepas penat

            Oia, selama pejalanan dari pintu rimba menuju simpang bajuri, kami tidak berpapasan dengan pendaki lain, baru pada simpang bajuri kami bertemu dengan 2 rombongan yang berisi 6 orang dan 2 orang yang sama-sama sedang beristirahat dan akan naik. Bisa dibayangkan betapa sepinya pendakian gunung salak ini.
            HM 0 – HM 6
            Agak-nya perjalanan dari simpang bajuri menuju puncak salak 1 saya bagi-bagi berdasarkan tipe jalur yang dilalui. Kami meninggalkan simpang bajuri dengan energi yang cukup dan riang gembira setelah istirahat sejenak. Trek menuju puncak dimulai dari HM 0 kembali hingga HM 50. HM-HM awal didominasi dengan trek tanah dan akar-akar dengan kontur yang naik turun. Lumayan sebagai pemanasan dan hampir menipu kami karena kami sempat senang karena trek sudah mulai naik, eh tiba-tiba turun lagi, habis itu naik lagi, eh turun lagi. Vegetasi jalur rapat dan semakin jauh semakin becek jalurnya karena didominasi oleh tanah merah dan akar2 yang semakin tinggi.
            Boleh dibilang, jalur HM 0 sampai HM 6 sebagai pemanasan sebelum dihajar oleh jalur Salak sesungguhnya. Hahahaha..
            HM 7 – HM 11
         Selepas HM 6, Jalur masih didominasi dengan kontur yang naik turun. Namun ada yang berbeda dibandingkan dengan jalur sebelum HM7 ini. Potongan jalur versi saya ini mulai menawarkan ujian lain bagi para pendaki, yaitu jalur yang semakin becek, berlumpur dengan tanah merah dan bebatuan yang licin serta rawa yang memakan jalur (Wkwkwk ada rawa hati-hati jebakan batman). Jalur yang semakin ekstrem membuat langkah semakin berat dan lama, tak hanya mengandalkan kekuatan otot namun juga mengandalkan daya pikir otak untuk memilih pijakan yang tidak berlumpur. Salah pijakan, bisa terjerembab ke dalam lumpur dari sedalam mata kaki hingga sebetis. (Waspadalah.. Waspadalah)


Istirahat dulu Bray

           Baru 2 HM, Kami memutuskan untuk beristirahat agak lama sambil makan bekal yang dibawa dari base camp plus sholat dhuhur dijamak dengan sholat isya mumpung pakaian belum terlalu kotor oleh kejamnya jalur Salak ini.  Di tempat istirahat kami bersama dengan 2 pendaki lain yang berasal dari Tanjung Priok naik motor ke Cidahu (Gokil men), dan lebih gokil lagi mereka mendaki menggunakan sendal gunung. Gosong lumpur dah kaki mereka, kejeblos mulu. Positifnya mereka dapat berjalan lebih cepat karena main terabas-terabas aja tanpa mikir pijakan yang safe.


Kaya lagi tes masuk Kopassus

            Sampai di HM 8 tempat kami istirahat sekitar pukul 12 siang kurang, istirahat sholat makan sekitar hampir sejam kami lanjutkan perjalanan menuju puncak. Harapan bisa nge-camp di puncak. Tak di sangka, setelah turunan HM 8 langsung disuguhi pohon tumbang + rawa di bawahnya yang membuat kami harus jalan jongkok mentang kaki agar tidak terjebak lumpur (Cobaan apa lagi ini). Ini juga yang membuat paha kanan saya ketarik, mungkin karena kelamaan istirahat. Setelah oke, baru lanjut perjalanan mengarungi rawa yang becek gak ada ojek, akar batu tajam, tanaman duri di kiri kanan. Mantaps.
            HM 12 – HM 27
         De Javu. Mungkin inilah gambaran trek ini. Setelah 11 HM dengan kontur yang naik turun hingga kami mengira kok kaya gini ya Salak naik turun ga nyampe-nyampe dah. Mulai deh, dari HM 12 setelah lulus dari ujian per-rawa-an yang becek, trek cenderung naik terus paling hanya ada bonus jalan datar atau turunan sedikit kemudian nanjak lagi. Trek nya? Perpaduan antara HM 0 – HM 11. Lho kok gitu? Lah iya kok, mendaki gunung Salak itu semakin banyak HM nya itu semakin berkali-kali lipat ujiannya. Sudah naik terus, banyak akar, tanjakan juga sudah mulai tinggi-tinggi hingga lutut ketemu dada, becek, batu licin hingga tanah merah yang menjerumuskan.
            Pada tahap ini, ujian yang sesungguhnya di mulai. Kaki-punggung sudah terasa pegal, nanjak terus, licin dan hujan. Ya, di tengah perjalanan tiba-tiba hujan deras mengguyur, meskipun vegetasi rapat namun saking derasnya, air hujan masih terasa ke bawah. Kami memutuskan untuk menggunakan jas hujan karena mengantisipasi kedinginan dan pakaian basah kuyup. Naik menggunakan jas hujan memang tidak fleksibel pergerakannya apalagi tanjakan tinggi dan keringat tak bisa keluar karena tertutupi jas hujan. Tak lama berjalan, hujan mulai reda. Ehh.. di HM 20 an mulai hujan lagi. Pake lagi dah, dan saya memutuskan untuk tetap memakai jas hujan entah sudah reda maupun masih gerimis rintik-rintik.
            Sampai jam berapa kami sampai di HM 27? Kami pun tak melihat jam karena mulai dari sini sudah tidak memikirkan ini HM berapa, paling kalau ketemu patok dan ngeh saja. Kalau tidak salah pukul 3 sore. Jujur mulai dari sini fokus mengatur ritme energi, napas dan ketahanan serta tekad perjuangan. Bener ini serius!.
            HM 28 – HM 38 (PUNCAK BAYANGAN)
         Eng ing eng… inilah jalur dengan trek yang Gokil segokil gokil gokil gokilnya (Maap agak lebay), karena kondisi fisik sudah mulai nge-drop, selepas hujan, kabut mulai turun, kram mulai berasa timbul tenggelam, berkali-kali jadi orang lain menyemangati diri sendiri meski dari dalam diri ingin menyerah, limit batas kekuatan yang dirasakan, sampai pasrah (Mpun, mboten malih – Cukup Sekali ini saja). Trek nya gimana? Kombinasi jalur HM 0 hingga HM 27 plus tanjakan yang mulai ekstrem hingga hampir 90 derajat yang tersusun dari akar pohon maupun batu, dengan tali webbing maupun tanpa webbing. Bisa membayangkan? Saya rasa imajinasi saja tidak cukup tanpa mengalaminya langsung.


Tanjakan Jancuk

         Perjalanan ini makin terasa lama karena punggung sudah pegal, kaki beberapa kali kram hingga pandangan sudah mulai tertutup kabut. Oh iya, selepas HM 32 jalur makin ekstrem bukan karena tanjakan iblis yang hampir 90 derajat, namun juga karena jalurnya diapit jurang di kiri dan kanan. Benar-benar ekstra hati-hati, salah fokus dan tidak seimbang bisa bahaya apalagi kondisi sudah mulai sore dengan jarak pandang 5-10 meter. Benar-benar Gokil.
          Bagi saya yang sudah pasrah, beruntung naik bersama tim yang sama-sama saling menjaga dan menyemangati. Kita semua sepakat untuk nge-camp di puncak bayangan karena kondisi yang sudah tidak memungkinkan lagi dengan kabut yang mulai tebal serta senja yang mulai hilang. Puncak bayangan di HM berapa? Kami pun tak tahu, pokoknya di HM 30 ke atas, HM 33? Bukan, lanjut lag. HM 35? Bukan juga, lanjut lagi, kram lagi. Akhirnya setelah tanjakan dengan tenaga kritis merah kaya hp lowbat, kami melihat tanah datar dengan tenda berdiri di atasnya. Alangkah bahagianya, bisa sampai puncak bayangan. Alhamdulillahhh… Yeayyy.. HM berapa ini? HM 38, artinya masih ada 12 HM lagi or 1,2 KM lagi menuju puncak Manik Salak 1. Bodo amat, yang penting bisa istirahat merebahkan badan, makan mengisi energi.
            BERMALAM DI PUNCAK BAYANGAN
           Tak lama beristirahat karena sudah dikejar dengan gelap malam dan hawa dingin yang mulai terasa. Gunung salak ini tidak terlalu dingin dibandingkan dengan gunung lain mungkin karena tak terlalu tinggi juga karena sering diguyur hujan sehingga suhu udara tidak terlalu ekstrim turun pada malam dan menjelang fajar. Selesai mendirikan tenda, ganti baju karena sudah sangat kotor, becek dan basah diguyur hujan. Untung-nya sesampai di puncak banyangan hujan sudah reda sehingga kami bisa mendirikan tenda dengan tenang.
           Rasa lelah yang sangat bagi saya membuat tubuh ini serasa ingin langsung rebahan. Maklum bagi saya, baru kali ini mendaki gunung dengan membawa tas keril 70 L. Baru pula (Sombong dikit gapapa :P). Setelah menghitung sisa air yang tersedia, kami memutuskan untuk tidak masak nasi dikarenakan saldo air bersih sudah mulai menipis dan badan sudah sangat lelah. Akhirnya kami hanya masak mie dan tampe goreng. Itu saja sudah cukup sebagai pengisi perut karena tubuh sudah sangat lelah. Proyeksi bangun dan summit sehabis shubuh.
            HM 39 – HM 50 (SUMMIT ATTACK)
           Pagi-pagi, kami terbangun setelah tengah malam juga sempat terbangun karena alas tidur yang tidak rata mengganjal akar-akar. Setelah solat shubuh, buang air dan ngobrol dikit kami berangkat menuju puncak salak 1. Jam 6 kami berangkat dengan modal 1 tas keril yang dibawa mas gaos berisi kompor nesting, air dan oat, dan roti tawar. Perjalanan di mulai. Trek selepas puncak bayangan sedikit menurun kemudian langsung di hajar tanjakan jancuk (nama versi saya, karena jancuk tenan tanjakannya hehe), hampir atau bahkan sudah 90° dengan dan tanpa webbing. Saya mikir ini trek gunung atau wall climbing ya. Saya rasa ada 3 tanjakan jancuk yang berurutan. Langsung bikin tubuh capek lagi, untung kemarin nge-camp di puncak bayangan. Gak bisa dibayangin kalo kemarin dipaksain untuk nge-camp di puncak manik.  Membahayakan!


Untung engga bawa keril

Pantang Menyerah...!!

        Oh ya, saran dari kami jika dari Puncak Bayangan menuju Puncak Manik Salak 1 tak usah menggunakan jaket karena bakal terasa gerah dan susah pergerakannya. Suhu Gunung Salak di pagi hari tak terlalu dingin sehingga masih bisa lah naik tanpa jaket plus agar tidak berkeringat naik tanjakan jancuk-nya. Selepas 3 tanjakan ekstrim tadi, masih ada tanjakan-tanjakan lain yang cukup ekstrim dan jalur di samping kiri-kanan jurang. Sekitar sejam setengah kami berhasil mencapai puncak manik 2211 mdpl.
            PUNCAK 1 GUNUNG SALAK, 2211 MDPL
            Finally, Puncak Manik Salak 1. 2211 mdpl. Setelah berjam-jam perjalanan, hampir kehilangan kontrol diri, frustasi di tengah jalan, ingin putar balik tapi sudah setengah jalan sampai pasrah berserah. Mungkin inilah tujuan Tuhan, Allah SWT menuntun saya untuk ikut mendaki gunung salak. Begitu banyak pengalaman berharga saya dapat. Tekad perjuangan, rasa pantang menyerah benar-benar diuji di Gunung ini. Bukan lebay, tapi memang begitu adanya. Pukul stengah 8 kami sampai di puncak manik. Butuh waktu sekitar satu jam setengah dari puncak bayangan hingga puncak salak 1 ini. Pemandangan di puncak salak 1 ini apa adanya, hanya terlihat puncak salak 2, puncak bayangan tempat semalam kami berkemah dan gunung gede pangrango dari kejauhan sebelah tenggara. Memang jika yang kamu cari adalah pemandangan di puncak yang indah, Gunung Salak ini tidak rekomendasi untuk kamu. Tapi jika yang kamu cari adalah perjuangan perjalanan menelusurinya, maka Gunung Salak ini bisa menjadi salah satu rekomendasi yang cocok untukmu. Karna hidup bukanlah hasil akhir yang utama, melainkan bagaimana perjuangan kita melewati, mengarunginya. (Cailahh Quote banget gue :D).


Puncak 2211 mdpl

Thanks Team

           Seperti ritual umum pendaki gunung, sesampainya di puncak tak afdhol jika tak mengabadikan momen. Foto di puncak gunung. Kami di puncak bersama beberapa tenda yang sudah berdiri sebelumnya. Mungkin mereka sampai di puncak dari kemarin atau berangkat lebih pagi dari kami sehingga dapat sampai puncak lebih awal. Puncak salak 1 tak terlalu luas, hanya muat sekitar 15 tenda dengan sekat-sekat rerumputan alang-alang. Selain itu, di puncak salak 1 ini terdapat makam mbah salak dan bangunan yang kami baca di cerita pengalaman orang lain terdapat tampungan air hujan yang bisa dimanfaatkan para pendaki sebagai sumber air. Tak lupa kami niatkan untuk berziarah ke mbah salak, tak ada salahnya karena kami berada di gunung salak.


Boy Band

        Perut keroncongan karena belum diisi sedari pagi. Kami buat oat seadanya yang dimakan bersama dengan roti tawar. Ternyata stok air yang kami bawa habis untuk masak oat tinggal menyisakan sedikit air yang kami bagi seadanya untuk berlima. Memang management air saat mendaki gunung apa saja itu sangat penting. Kau tak perlu belajar di kelas bangku sekolah maupun kuliah karena yang akan mengajarimu langsung adalah alam. Selesai foto, makan, minum kami kembali turun ke puncak bayangan karena waktu sudah cukup siang, jam 8 pagi. Cuma setengah jam kami di puncak, dengan perjalanan menuju puncak yang berjam-jam. Gokil. Hahahah. Tapi di situlah nikmatnya mendaki gunung. Sehingga total perjalanan yang kami lalui dari base camp Cidahu hingga puncak salak 1 adalah sbb :
-          Base Camp – Pintu Rimba : 1 Jam (1 km)
-          Pintu Rimba – Simpang Bajuri : 1,5 Jam (3 km)
-          Simpang bajuri – Puncak Bayangan : 8 Jam (3,8 km)
-          Puncak Bayangan – Puncak Manik (Salak 1) : 1,5 Jam (1,2 km)
Total Perjalanan 12 Jam dengan jarak tempuh 9 Km. Dengan catatan kondisi jalur pendakian licin dan becek selepas hujan. Begitulah sedikit (eh banyak ya ini, kaya curcol hehehe) kisah perjalanan kami mendaki Gunung Salak dari Base Camp sampai Puncak Salak 1. Untuk cerita turun dari Puncak Salak hingga Base Camp kembali akan saya tulis pada postingan terpisah mengingat postingan ini saja sudah sangat panjang nanti kamu tidak kuat dan mabok hehe. Perjalanan pulang pun tak kalah menantang dan butuh tekad, semangat dan perjuangan yang tinggi.
              

             Akhir kata, mungkin Salak bagiku merupakan singkatan dari Salahkah aku bila mencintaimu. (Halah lambemu mas!). Kesan : Sampun, Mboten Malih!!!!