Selasa, 31 Juli 2012

Agama Mall

Oleh : Faiq A. M.
Agama yang ada di Mall hanya tiga, yaitu Islam, Kristen dan Kong Hu Cu. Lihat saja saat hari besar ketiga agama tersebut berlangsung. Penyambutan meriah dilakukan di tiap sudut Mall, kecuali mungkin bagian WC yang memang special, independen dan sakral sehingga tak terusik kehadiran agama apapun kecuali di Masjid yang bisaanya ada tempelan stiker berisi doa-doa, di Gereja dan tempat peribadatan yang lain.

Mall atau pasar bebas tempat di mana segala sesuatu di jual bebas, bahkan agama. Lha, ndak punya agama juga tidak masalah yang penting uang mengalir dengan lancar. Agama mall, saya menyebutnya, selalu bergerak dinamis mengikuti kalender semesta alam. Kalu pas Ramadhan, penampilan mall disulap sedemikian rupa menjadi yang berbau islam islamnya dari hiasan gantung, baliho, maupun pakaian kasir, entah sikasir beragama islam, kristen bahkan atheis tak jadi masalah. Idhul fitri lewat, jubah diganti menjadi penampilan yang hakiki yaitu penampilan yang marketable. Kalau waktunya natal dan tahun baru, ‘busana’ Mall pun jadi serba mewah, entah yang muslim, china, hindu atau atheis, pokonya yang terikat dengan Mall tersebut harus mengikuti aturan. Diskon besar-besaran pun tak lupa disajikan untuk menarik pengunjung baik orang awam, pengunjung setia, musafir, ataupun tukang parkir. Lain halnya jika tahun baru china, imlek, berlangsung. Penampilan Mall menjadi merah merona dengan hiasan lampion beserta tulisan-tulisan china, tak tanggung-tanggung si pemilik Mall bisa saja menyewa pertunjukan barongsai sebagai keseriusan menyambut kemeriahan tahun baru china.

Bagisi Tolek, pedagang bulu angsa di pasar Klewer itu, Mall bisa saja jadi saingan bisnisnya. Meski bisnis layaknya tahi ayam, lagian bulu-bulu angsa yang ia peroleh dari pretelan yang tak sengaja lepas dari keindahan si burung angsa tak selamanya ada dan berlimpah.

Ketika ia berjalan layaknya musafir dan ternyata yang ia temukan hanya selembar bulu pun tak jadi masalah, tetap ia syukuri karena minimal ia bisa ngureki kupingnya sendiri sebagai penghilang rasa lapar. Nyambung gak nyambung tidak masalah, tetap disyukuri karena minimal sudah bisa mengeluarkan isi utek yang njlimet tidak karuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comments here